
Ramadhan pun Pamit
Di senja penghujung Ramadhan, langit kelabu mengiringi kepergian sang tamu agung.
Sinar matahari meredup, seolah tidak mau berpisah. Bumi seolah berduka, merasakan sejuknya perpisahan.
“Izinkan aku pamit,” ucap Ramadhan dengan suara lirih.
“Waktuku telah tiba,” kata Ramadhan.
“Tinggallah lebih lama,” pinta hati yang merindu.
“Syawal telah menanti, lihatlah hilal di ufuk sana,” jawab Ramadhan.
“Jadikanlah setiap harimu seperti Ramadhan,” pesan Ramadhan sebelum pergi.
“Ramaikan masjid, tuntutlah ilmu, jaga adab, baca Alquran, jangan tinggalkan salat, dan bersalawat kepada RasulNya.”
Dengan niat ikhlas, kau akan bersama para kekasih Allah, dan para muttaqin.
Di madrasah Ramadhan, kau telah belajar menjadi insan yang lebih baik, peduli sesama.
Ingatlah sabda Rasulullah, Siapa yang meringankan beban mukmin, Allah akan meringankan bebannya di hari kiamat.
Aku yakin, kau akan tetap menjadi yang terbaik. Bila aku pergi, aku pasti kembali.
Taqabbalallahu minna wa minkum. Semoga Allah pertemukan kita di Ramadhan mendatang, dengan iman lebih gemilang.
Kini saatnya saling memaafkan. Setelah berjuang melawan nafsu, semoga kita tetap istiqamah dalam kebaikan.
Ujian sejati adalah menjaga lisan dan perbuatan setelah Ramadhan. Mohon maaf lahir dan batin.(*)