Pada pagi ini, awal bulan Maret 2025, bertepatan 3 Ramadhan, suhu udara cukup sejuk, matahari baru saja menanjak dari peraduan. Tiupan angin berhembus manja meraba kulit.

Puluhan burung Merpati berbaris di depan beranda kantor, sebagian hinggap di atap menunggu sedekah pagi dari “tuannya”.

Sambil menikmati kidung Merpati, saya membuka smartphone, mata dan ujung jari saya tertuju grup WhatsApp.

“Salam, apa kabar hari ini. Hari ini kita kuliah jam 10.10,” mengirim pesan via grup WA.

“Alhamdulillah, baik Pak,” jawab mahasiswa asal Pinrang, Khasma, begitu ia disapa karibnya.

“Iye Pak, sesuai surat ederan beberapa dosen kuliah online (daring) Pak,” jawabnya.

“Oke… Saya siapkan room sekarang, kita belajar via daring,” jawabku, lalu mengirimkan link google meat.

Sebelum memulai kuliah, pertemuan pertama di semester genap, saya bertanya kepada mahasiswa di kelas Jurnalisme Lingkungan Hidup, Prodi Jurnalistik Islam IAIN Parepare.

“Kebaikan apa yang telah kalian lakukan untuk sesama dan lingkungan sejak bangun sahur hingga siang ini?”

“Kebaikan hari ini, menyisihkan uang untuk sedekah Subuh, Pak,” kata Jihan.

Jihan bercerita, saat pulang dari pasar, melihat seorang kakek naik motor dan dompetnya jatuh.

“Saya mengejarnya dan mengembalikan dompet tersebut, dan beliau sangat berterima kasih kepada saya,” ujarnya.

“Wih. Keren semoga diberikan kesehatan dan kesuksesan,” doaku.

“Bersih-bersih rumah. membantu ibu memasak untuk sahur bersama, terus mencuci peralatan dapur,” kata Syahra Ramadhani.

Kebersihan bukan hanya soal fisik, kata mahasiswi semester empat ini, tetapi juga bentuk kasih sayang kepada keluarga.

“Kebaikan tidak harus besar dan terlihat, tetapi selama dilakukan dengan niat yang tulus, pasti akan memberikan dampak baik. Baik bagi diri sendiri maupun orang lain.”

“Keren, keren, keren,” kataku.

“Kebaikan saya lakukan ini hari, yakni membantu teman yang ingin diantar ke kampus, karena teman saya tidak mempunyai kendaraan,” kata Nanda Mikola Putra.

“Cewek atau cowok,” tanyaku, kelas semakin riuh.

“Dua-duanya, Pak,” jawabnya kelas tambah riuh.

Sebagian mengaku belum melakukan kebaikan apa pun sejak pagi.

“Saya belum melakukan kebaikan apapun hari ini,” kata Andi Farhan Bahtiar.

“Saya berdoa untuk kedua orang tua, keluarga dan orang-orang sekitar, mengikuti mata kuliah, mengerjakan tugas kuliah, bersih-bersih rumah.”

“Saya juga memberikan makan ayam,” kata Khasma.

“Kebaikan itu biar kecil asal konsisten. Suatu saat menjadi kebiasaan dan membudaya. Jadi kebaikan tidak harus ditunda,” nasihat pagi itu.

“Kalau Bapak, apa kebaikan yang dilakukan sejak sahur hingga siang ini,” tanya seorang mahasiswa.

Kebaikan saya adalah menikmati ikan goreng racikan istri saya.

Semoga istri saya semakin sehat dan mendapatkan pahala dari menu ikan goreng yang dibuatnya untuk sahur. Hem maknyus.

Saya juga memilah sampah plastik, sisa makanan, tulang ikan sebelum dibuang di tempat sampah.

Memilah sampah itu kebaikan kecil mencegah petugas sampah tertusuk benda tajam saat bertugas.

“Itulah kebaikan yang saya lakukan sejak pagi tadi. Semoga kita semua sehat, aamiin,” doaku.

Merawat lingkungan itu tidak perlu langkah besar. Perbuatan kecil bisa menyelamatkan manusia dan lingkungan dari kerusakan.

Tanamlah pohon, jangan babat hutan untuk menyelamatkan bumi dari perubahan iklim.

Pohon akan menyuplai oksigen yang bersih bagi manusia dan mahluk lainnya.

“Kita mesti bersyukur, oksigen diberikan Allah masih bisa dinikmati hingga saat ini.”

Pohon akan memerangi perubahan iklim dan membuat bumi kian sejuk.

Rawatlah lingkungan dengan perbuatan kecil. Jika perbuatan kecil dilakukan secara konstan dan menjadi kebiasaan, maka Anda sudah merawat dan menjaga lingkungan.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” QS. Ar-Rum: 41. (*)