Pisang Goreng Salah Alamat

Saban hari, di sebuah sekolah. Saat itu, masih pagi, suhu udara cukup sejuk. Riuh anak didik menyambut pengajaran hari itu.

Sohib bertugas piket datang lebih awal menyambut murid di gerbang sekolah.

Pagi itu, Tuan Guru datang agak terlambat. Maklum, hari itu, tidak memiliki jadwal mengajar.

Datang ke sekolah menyelesaikan pekerjaan yang belum rampung di hari sebelumnya.

Selain itu, setiap Selasa, rutin mendampingi murid yang mengalami kesulitan belajar.

Tetapi, hari itu murid yang dampingi tak masuk sekolah, tanpa keterangan dari orang tua.

Tuan Guru bincang santai dengan sohib di meja piket. Berdiskusi program yang akan dijalankan beberapa hari ke depan.

Program itu berupa lingkungan hidup. Maklum, musim kemarau masih mendera. Program musik tradisional masuk sekolah dan penerbitan majalah digital edisi kedua.

Saat asyik bincang santai, perempuan paruh baya datang, ke meja piket. Ia meminta wadah atau tempat makanan.

“Ada tempat kuenya Bu,” tanya kepada Sohib.

“Ada Bu,” jawabnya bergegas ke dapur mengambil dua wadah dengan perasaan gembira.

“Silakan pilih Bu,” katanya, sambil menawarkan wadah sejenis baskom ukuran kecil.

“Baik Bu, terima kasih,” jawabnya memilih sebuah wadah berwarna biru. Lalu bergegas ke kantin sekolah yang tak jauh dari meja piket.

Tak lama, ibu paruh baya itu datang membawa pisang goreng cukup banyak.

“Masya Allah, terima kasih Bu,” guru bertugas piket kor menyambut pisang goreng panas itu dengan senang hati.

“Terima kasih Bu Kantin, lagi Selasa Berkah,” kata sohib.

Sohib membagi dua pisang goreng itu, sebagian dibawa ke ruang guru, sebagian disimpan di meja piket.

Tuan Guru dan Sohib menikmati pisang goreng panas itu dengan lahap.

“Wih… Mantap masih panas,” kata Sohib sambil mengajak Sohib lainnya menikmati pisang goreng di pagi hari.

Tiba-tiba datang seorang guru dari ruangannya bercerita pisang goreng pesanannya belum datang.

Saya dan sohib di meja piket, tidak bisa berkata-kata. Hanya saling menatap.

“Saya baru makan satu,” kata Tuan Guru tertawa.

“Saya dua,” kata sohib tertawa.

“Saya sudah empat,” jawab sohib lainnya tertawa.

“Wah. Saya belum makan Pak, karena masih panas,” jawab sohib lainnya.

Sohib pun menuju kantin, memesan pisang goreng untuk mengganti pisang goreng panas salah alamat itu.

“Masih ada pisang goreng Bu,” tanya sohib.

“Ada Bu, sabar Bu. Saya buatkan agak banyak,” jawabnya.

Sohib kembali ke meja piket sambil terbahak. Tak lama pisang goreng porsi lebih besar pun datang.

Kali ini pengiriman paket tepat sasaran, sesuai pesanan. Selamat menikmati.

Kini pisang goreng di meja piket pun sudah ludes. Tinggal cerita, canda, dan tawa.

Pelajaran dari peristiwa itu, jangan menerima jika paket itu dikirim bukan atas nama Anda.

Jika paket salah alamat dan sudah dimakan, maka segera diganti.

Jika si penerima (Anda) tidak mau menerima paket yang sengaja ditujukan kepada Anda, maka, silakan saja diberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. (*)

__Terbit pada
1 Oktober 2024
__Kategori
Culture