Peristiwa di Pagi Itu

Pagi itu, udara cukup sejuk. Awan di atas perairan menghalangi sinar matahari.

Suara sempritan petugas kepolisian terdengar riuh mengatur arus lalulintas di jalan raya.

Di depan gerbang sekolah dua sohib tiba lebih awal. Mereka menyambut anak didik dengan hangat.

Senyum mengambang
di bibir menyambut anak didik. Sohib menanyakan kondisi anak didik.

“Apa kabar, Nak,” tanya sohib.

“Baik, Bu,” jawab anak didik sambil menyalami dan mencium tangan guru.

Di sudut lain, sohib merapikan baju dan dasi anak didiknya, sebelum mengikuti apel pagi.

Para orang tua, mengantar anaknya memasuki gerbang orange itu.

Pagi itu tidak ada orang tua yang mampir sekadar berdiskusi dengan guru. Bahas perkembangan buah hatinya.

Pewaktu menunjukkan pukul 07.15, bel dibunyikan. Anak didik diminta berkumpul di pelataran sekolah, menggunakan pengeras suara. Rutinitas upacara dimulai.

Sejumlah anak didik datang terlambat. Tuan Guru bersama sohib melakukan riset kecil-kecil, mencari penyebab anak didik telat masuk sekolah.

“Mengapa terlambat, Nak,” tanya sohib.

“Telat bangun, Bu,” jawab anak didik singkat.

Pagi itu, Tuan Guru bersama sohib bertugas piket, mengajak anak didik yang terlambat untuk bersih-bersih halaman sekolah dari sampah plastik.

Maklum, setiap hari produksi sampah plastik masih menggunung. Anak didik sebaiknya membawa tumbler.

Hem, Tuan Guru menghela napas panjang. “Butuh program, sekolah tanpa sampah plastik,” gumamnya dalam hati.

Matahari beranjak naik. Pewaktu menunjukkan pukul 08.00, anak didik sudah berada di kelas bersiap belajar bersama guru.

Setelah proses pembelajaran di fase pertama berakhir. Tuan Guru mendampingi anak didik yang mengalami kesulitan belajar.

Pendampingan dimulai di ruang berukuran 3×3 meter itu, udaranya cukup sejuk.

Sebut saja Ridho (nama samaran), mengalami kesulitan belajar. Siswa kelas 8 itu bersemangat membaca buku yang saya berikan.

Ia membaca dengan suara terbata-bata. Sesekali menatap wajah gurunya sambil tersenyum.

“Sudah, Pak,” katanya singkat.

“Sila tutup bukunya,” kataku.

“Apa yang kamu baca tadi,” tanyaku.

Ridho tidak menjawab, ia menatap wajahku sambil tersenyum.

“Boleh, saya baca ulang, Pak,” katanya.

“Sila,” jawabku, singkat.

Setelah beberapa menit, Ridho menyampaikan makna naskah yang telah dibaca.

“Perubahan iklim terjadi karena kerusakan lingkungan,” katanya, setelah membaca buku.

Mendampingi anak yang kesulitan belajar itu penting untuk menaikkan motivasi belajarnya. Menjaga tetap semangat belajar.

Di awal semester, guru melakukan asesmen mengetahui kebutuhan dan karakteristik siswa.

Hasil asesmen itu guru bisa memahami kesulitan dan kebutuhan belajar anak didik. Selain itu, guru membuat profiling setiap murid.

Data profiling itu, guru mengetahui masalah dihadapi anak. Termasuk solusi jitu bagi anak kesulitan belajar.

Beberapa guru bersedia mendampingi anak didik kesulitan belajar.

Tuan Guru berharap orang tua, orang sesekali datang ke sekolah berdiskusi, menyelesaikan masalah kesulitan belajar anak. (*)

__Terbit pada
17 September 2024
__Kategori
Culture