Haji dan Kurban: Perspektif Kemanusiaan dalam Praktik Keagamaan”
Oleh Dr. Ahdar, M.Pd.I
(Kapro Tadris IPS IAIN Parepare)
Dalam praktik keagamaan, baik Haji maupun Kurban memiliki dimensi yang dalam dan kaya makna.
Lebih dari sekadar ritual ibadah, keduanya memperlihatkan perspektif kemanusiaan yang mendalam yang relevan dalam konteks sosial dan spiritual.
Haji menekankan persaudaraan universal antarumat manusia. Saat jutaan umat Islam berkumpul di Makkah untuk menunaikan ibadah Haji, mereka berasal dari berbagai latar belakang sosial, budaya, dan etnis.
Ini menciptakan pengalaman yang mengingatkan kita akan kesatuan umat manusia di bawah naungan Tuhan.
Praktik Kurban menekankan nilai pengorbanan dan empati.
Melalui kurban hewan, umat Muslim diajak untuk merasakan bagaimana memberi dari apa yang mereka miliki kepada sesama yang membutuhkan.
Ini mengajarkan tentang belas kasih dan kepedulian terhadap orang-orang yang kurang beruntung.
Selanjutnya, kedua praktik tersebut memperkuat nilai-nilai kesederhanaan dan penolakan terhadap kesombongan.
Saat melaksanakan Haji, semua jamaah mengenakan pakaian ihram yang sederhana, menunjukkan kesetaraan di hadapan Tuhan tanpa memandang status sosial atau kekayaan.
Begitu pula dalam Kurban, umat diajarkan untuk mengorbankan sesuatu yang berharga bagi mereka sebagai ungkapan rasa syukur dan pengabdian.
Selain itu, Haji dan Kurban juga mencerminkan pentingnya kerja sama dan kebersamaan dalam komunitas.
Mulai dari persiapan, perjalanan, hingga pelaksanaan, umat Muslim saling mendukung satu sama lain, menunjukkan bahwa dalam keagamaan, kita lebih kuat saat bersatu dan berbagi beban.
Di sisi lain, praktik Haji dan Kurban juga mengajarkan kesabaran dan ketabahan.
Perjalanan panjang dan proses pelaksanaan yang kadang membutuhkan pengorbanan yang besar mengajarkan umat untuk tetap teguh dan bersabar dalam menghadapi ujian hidup.
Selanjutnya, Haji dan Kurban membuka pintu untuk memperdalam hubungan dengan Tuhan dan memperkuat spiritualitas individu.
Saat berada di Makkah untuk Haji atau saat melaksanakan Kurban, umat Muslim merasakan kehadiran langsung Tuhan dalam ibadah mereka, memperkokoh iman dan ketakwaan.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa praktik Haji dan Kurban tidak hanya relevan bagi umat Muslim saja.
Nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam kedua praktik tersebut, seperti persaudaraan, pengorbanan, empati, kesederhanaan, dan kerja sama, dapat menjadi inspirasi bagi semua orang, tanpa memandang agama atau kepercayaan.
Dalam kesimpulannya, praktik Haji dan Kurban mengajarkan bahwa keagamaan yang sejati adalah yang memperkuat kedekatan dengan Tuhan sambil tetap memelihara hubungan yang baik dengan sesama manusia.
Dalam perspektif kemanusiaan, keduanya mengajarkan pentingnya saling menghormati, menyayangi, dan membantu sesama dalam perjalanan hidup menuju kebahagiaan dan kesucian.
Elevansi mendalam antara Haji dan Kurban dapat dilihat dari beberapa aspek yang saling melengkapi dan memperkuat makna ibadah dalam Islam:
Ketundukan kepada Allah: Baik Haji maupun Kurban menegaskan prinsip utama dalam Islam tentang ketundukan kepada Allah.
Haji adalah kewajiban bagi umat Islam yang mampu secara finansial dan fisik untuk mengunjungi Kota Suci Makkah sekali seumur hidup.
Sementara Kurban adalah ibadah yang menunjukkan ketaatan kepada Allah dengan mengorbankan hewan tertentu pada saat yang ditentukan.
Pengorbanan dan Kesediaan Berbagi: Keduanya menekankan nilai pengorbanan. Haji membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga yang signifikan.
Sementara Kurban mengharuskan seseorang untuk mengorbankan hewan yang berharga bagi mereka.
Ini mengajarkan umat untuk mengutamakan kepatuhan kepada Allah di atas keinginan dan harta duniawi.
Kesempurnaan Spiritual: Haji adalah ibadah yang dirancang untuk membersihkan jiwa dan memperdalam hubungan spiritual dengan Allah.
Sedangkan Kurban adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengikuti jejak Nabi Ibrahim dalam kesediaannya untuk mengorbankan putranya atas perintah Allah.
Pengalaman Sosial dan Kemanusiaan: Haji dan Kurban juga memiliki dimensi sosial yang kuat.
Haji membawa jutaan Muslim dari seluruh dunia bersatu dalam persaudaraan agama, tanpa memandang perbedaan etnis atau sosial.
Kurban, di sisi lain, mengajarkan nilai empati dan kepedulian terhadap sesama, karena daging hewan kurban dibagikan kepada yang membutuhkan.
Pengingat tentang Akhirat: Keduanya merupakan pengingat yang kuat tentang akhirat. Haji mengingatkan akan Hari Kiamat dan pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Sementara Kurban menekankan pentingnya amal baik dalam menyongsong kehidupan setelah kematian.
Dengan demikian, relevansi mendalam antara Haji dan Kurban terletak pada perpaduan nilai-nilai spiritual, kemanusiaan, dan ketaatan kepada Allah yang memperkaya pengalaman keagamaan umat Islam dan menguatkan ikatan mereka dengan Tuhan serta sesama manusia. (*)