Ramadhan pun Pergi

Sore itu, di penghujung Ramadhan, langit mendung. Sinar matahari perlahan memudar, bergerak menuju horizon.

Rintik hujan sesekali menyentuh tanah, seolah langit dan bumi bersedih melepas bulan Ramadhan.

Sebelum meninggalkan kita untuk sementara, Ramadhan mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat yang diberikan selama sebulan penuh berkah itu.

“Aku berterima kasih atas sambutannya yang hangat. Besok, kita akan berpisah untuk sementara waktu.”

“Jaga dirimu dan imanmu. Tetaplah berbuat baik terhadap sesama.”

“Mohon tinggallah sejenak. Jangan pergi,” pinta kaum Muslim, ingin merangkul erat Ramadhan.

“Maaf, aku harus pergi jauh selama sebelas bulan. Ini hanya untuk sementara. Sahabatku Syawal akan segera mengganti diriku.”

“Buatlah hari-harimu seperti bersamaku,” kata Ramadhan.

“Tinggallah bersama kami, meski hanya satu menit,” pinta Muslim.

“Tidak bisa. Saatnya bagi Syawal untuk datang dan menyambut mu. Biarkan hari-harimu bersamanya sama seperti bersamaku selama sebulan.”

Ramadhan pergi. Langit dan bumi bersedih. Semoga doa-doa yang dipanjatkan selama Ramadhan dikabulkan, sedekah diterima, kebaikan dilipatgandakan.

Tak terkecuali malam yang penuh berkah, Lailatul Qadr, yang pahalanya setara dengan ribuan bulan.

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni,” (HR. Bukhari-Muslim).

Memasuki akhir Ramadhan, yang seharusnya bersedih adalah kita, umat Rasulullah Muhammad, karena telah kehilangan bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan.

Taqobbalallahu minna wa minkum, semoga Allah menerima doa-doa dan amalan kebaikan kita.

Semoga Allah mengizinkan kita bertemu Ramadhan berikutnya dengan iman yang lebih kuat. Syiar Ramadhan yang lebih hangat.

Semoga di bulan Syawal ini, kita mendapatkan predikat takwa. Predikat itu diuji setelah Ramadhan. Apakah kesalehan individu dan kepekaan sosial kita meningkat?

Saatnya, saling memaafkan dan memberi maaf. Selama Ramadan, kita sukses melawan nafsu duniawi, mengerjakan yang halal.

Semoga setelah Ramadan, hal-hal yang dilarang atau haram tidak dikerjakan.

Saatnya merefleksi diri agar mendekatkan diri pada Sang Pencipta semseta alam agar kita mampu mengasah kepekaan sosial kita.

Setelah berpuasa, ujian menjaga lisan dan perbuatan kita kepada sesama baru dimulai. (*)

 

__Terbit pada
10 April 2024
__Kategori
Culture, ESAI