
Saya Berdosa Jika Membuat Guru Menunggu
Siang itu, di awal pekan (Senin, 13 November 2023), suhu udara terik, suara sempritan bersahut-sahutan di sekitar Auditorium IAIN Parepare.
Para petugas kampus sedang mengatur kendaraan di halaman kampus hijau tosca agar tidak macet.
Ribuan guru memadati auditorium, mereka menghadiri silaturahmi dengan Penjabat Walikota Parepare, Dr Akbar Ali.
Pewaktu menunjukkan pukul 13.10 Wita, Akbar Ali sudah tiba, kursi di ruang berkapasitas 1.400 orang itu masih kosong di lantai dua. Guru terus berdatangan.
Tepat pukul 13.30, sesuai undangan. Master of seremoni (MC) pun mulai acara, Akbar Ali terlihat menikmati pertunjukan dongeng berbahasa Bugis yang dilakonkan siswa SD, ia terlihat tertawa.
Suasana riuh, tiba-tiba hening, saat Akbar Ali memberikan sambutan, ia mengaku “gemetar” berdiri di hadapan ribuan guru.
“Inilah pertama kali saya berbicara di hadapan ribuan guru. Guru itu sangat berarti bagi saya,” katanya terisak.
Ia terdiam, sambil menghela air matanya dengan tisu. Ribuan guru tepuk tangan dan tidak sedikit menitikkan air mata.
“Baru kali ini saya pidato dengan kaki “gemetar”. Guru itu sosok yang pengabdiannya luar biasa,” ujar Akbar Ali sambil menangis terharu.
Kepala Pusat Strategi Kebijakan Politik Hukum dan Pemerintahan Dalam Negeri di BSKDN Kemendagri itu bercerita datang lebih awal dari jadwal kegiatan.
“Kenapa saya datang lebih awal, saya menyadari guru punya peran besar dengan apa yang kita capai saat ini.”
“Saya berdosa rasanya jika harus membuat guru menunggu,” katanya.
“Saya tak bisa berdiri di sini jika bukan jasa dan peran guru,” katanya, disambut tepuk tangan.
“Inilah pertama kali saya berdiri dan berbicara di depan guru. Guru itu tidak ada namanya mantan guru. Dia tetap guru,” katanya.
Akbar bercerita masa- masa dia sekolah di kampung halamannya.
“SD saya di Sidrap, dekat dengan pasar, SMP di Ulu Ale (sebuah desa), orang menyebut kepala hutan.”
“Saat masuk SMA di Sidrap, kami diminta perkenalkan diri.”
“Saya berasal dari Ulu Ale. Semua berteriak uuuuu.Tetapi begitu saya masuk, saya rangking satu,” ujarnya disambut tepuk tangan.
Akbar mengatakan, tugas guru itu berat, ia dibebani tanggung jawab begitu besar, mendidik dan mengajar anak didiknya, kelak menjadi generasi berakhlak.
“Saya berterima kasih kepada guru. Pertemuan ini merekatkan silaturahmi. Membangun daerah pasti melibatkan guru.”
“Saya ingatkan kepala sekolah, terus berinovasi meningkatkan kualitas pendidikan. Para guru harus mengupdate pengetahuan untuk mendidik anak milenial,” ujarnya.
“Waktu saya SD kelasnya enam, tetapi gurunya hanya dua orang. Tetapi proses belajar berjalan dengan baik dan tertib,” katanya.
Saat mengajar di kelas dua. Dia hanya mengajak sebentar, lalu ia pamit karena ingin mengajar di kelas tiga.
“Guru saya berpesan jangan ribut, sila belajar, ia menitip kacamata di meja guru.”
Saat mengajar di kelas tiga, ia pamit lagi ingin mengajar di kelas empat, ia menitip pulpen di meja. Kami semua belajar dengan tenang.
Saat mengajar di kelas empat, lagi-lagi hanya berpesan, kerjakan soal diberikan jangan ribut dan menitip buku absen yang panjang.
“Kami semua belajar dengan baik, tak ada yang ribut.”
“Coba sekarang, guru simpan kacamata di meja. Ada dua kemungkinan, kalau tidak hilang, patah. Itulah membedakan anak-anak zaman dulu dan sekarang,” katanya.
****
Selain itu, alumni STPDN itu, memberi perhatian khusus soal netralitas ASN guru menjelang pesta demokrasi. Akbar Ali mewanti-wanti ASN guru dan kepala sekolah agar tidak main politik.
Di ruang berkapasitas 1.400 orang itu nyaris penuh, ia mengajak guru agar netral dalam pesta demokrasi, seperti Pileg, Pilpres dan Pilkada.
Akbar menyinggung soal sanksi bagi ASN guru atau Kepala Sekolah yang terlibat politik praktis.
Meskipun dia merasa berat memberi sanksi kepada guru, tetapi aturan harus tetap ditegakkan.
“Saya berat kalau menjatuhkan sanksi kepada guru. Tetapi aturan bagi yang melanggar netralitas ASN ini harus tetap ditegakkan.”
“Sanksinya bisa pemecatan, pencopotan jabatan, bisa demosi hingga turun pangkat,” ujarnya.
Akbar menyebut guru dan kepala sekolah merupakan sasaran empuk para politisi. Guru itu selain tokoh pendidik juga tokoh masyarakat.
“Jangan tergoda dengan ajakan kelompok tertentu. Guru sebagai ASN menuangkan pilihannya saat di TPS saja. Jangan terlibat kampanye. Jangan menjadi tim sukses,” katanya.
****
Tuan guru bersama guru menaruh harapan besar kepada Penjabat Walikota, membuat kebijakan melindungi guru.
“Sehatki Pak, semoga tandatanganta (tanda tangan) tunjangan profesi guru lancar,” doa seorang guru.
“Masih ada guru duduk di kursi pesakitan, gara-gara mendisiplinkan anak didiknya,” katanya.
“Masih ada guru yang belum mendapatkan layanan terbaik saat mengurus administrasi kepegawaiannya. Meski mereka terkadang harus meninggalkan kelasnya,” katanya.
“Berilah layanan terbaik kepada guru agar fokus di kelas. Bukan fokus di luar kelas,” katanya. (*)