Perbedaan Masjid di Tanah Air dan di Tanah Suci
Oleh : Ibrahim Fattah
Masjid di tanah suci yang saya maksud pada tulisan hari ini bukan Masjidil Haram. Tetapi Masjid lain, baik di Madinah maupun di Makkah.
Di Madinah saya mengunjungi Masjid Hitam, tidak jauh dari Masjid Nabawi, sebagian besar dindingnya berwarna hitam dan Masjid Quba.
Sedangkan di Makkah, masjid di dekat hotel, tempat jemaah keloter 4 dan Masjid di dekat Min Daud.
Perbedaan itu saya membatasi pada aspek tertentu saja, saya tidak membahas mengenai khilafiyah atau perbedaan pendapat dalam pelaksanaan sholat dan rangkaiannya sebelum dan setelah sholat di Masjid di tanah suci.
Wilayah ini potensial terjadi perdebatan, khilafiyah itu sudah bukan zamannya untuk semakin dipersoalkan demi menyatukan kekuatan Islam.
Imam Masjid di tanah air tugasnya hanya memimpin sholat lima waktu, tidak merangkap tugas sebagai Muazzin.
Muazzin di tanah air tugasnya hanya melaksanakan azan setiap menjelang masuk waktu sholat.
Meski pembagian tugas antara Imam Masjid dan Muazzin tidak diatur secara tertulis, namun tugas ini sudah berjalan dengan baik.
Berbeda dengan Imam Masjid di tanah suci, dia juga merangkap sebagai Muazzin.
Nanti menjelang masuk waktu sholat, Muazzin baru masuk ke Masjid, ada kamar khususnya, pintunya tembus ke bagian depan Masjid.
Setelah selesai azan, dia kembali lagi ke kamarnya, setelah masuk waktu sholat, dia qamat di atas sajadah imam sekaligus bertindak sebagai imam sholat.
Perbedaan lainnya, Masjid di tanah suci tidak ada kotak infaq seperti masjid pada umumnya di tanah air.
Saya sempat menanyakan hal ini kepada petugas haji Indonesia yang saat itu berjamaah di Masjid dekat hotel keloter 4.
Petugas haji itu kemudian menanyakan kepada jamaah orang Arab, dia bertanya dalam bahasa Arab. Jawabannya singkat “La yujad”, tidak ada.
Saya tidak mengajukan lagi pertanyaan kepada petugas haji itu agar meminta penjelasan kepada jamaah orang Arab itu.
Apa penjelasannya kenapa tidak ada kotak infaq Masjid karena azan berkumandang, obrolan saya menjelang masuk waktu sholat magrib ketika itu tidak berlanjut.
Begitulah Masjid di tanah suci tidak berharap sumbangan dari para jamaah.
Meski tidak ada kotak infaq, Masjid di tanah suci tetapi penampilan Masjid dan fasilitasnya sangat lengkap.
Berbeda dengan masjid di tanah air ketika dalam proses pembangunan, jamaah menyesuaikan untuk tetap ditempati sholat.
Waktu pembangunan tergantung kondisi keuangan masjid, ada yang hanya sebentar, ada juga yang tahunan belum kelar-kelar.
Jika tidak ada kotak infaq, masjid di tanah suci, lalu dari mana biaya operasionalnya?.
Saya mendapat informasi, Masjid dibiayai oleh pemerintah Arab Saudi.
Negara bertanggung jawab membiayai semua kebutuhan operasional Masjid.
Berbeda di tanah air, operasional masjid berasal dari jamaah dan sumbangan tidak mengikat, salah satunya bisa dari pemerintah.
Saya masih penasaran dengan peran Imam Masjid di tanah suci yang sekaligus sebagai Muazzin.
Sampai keloter 4 pulang ke tanah air, saya belum menemukan jawabannya.
Saya mencoba menganalisisnya, mungkin alasannya untuk efesiensi anggaran. Cukup satu orang diberi honor untuk melaksanakan dua peran secara sekaligus, Imam merangkap Muazzin. Wallahualam Bissawwab.
Alhamdulillah jamaah haji keloter 4, semua pulang dalam keadaaan sehat dan bertemu kembali dengan keluarganya.
Semoga kelak, pembaca menyusul dipanggil pula oleh Allah datang ke tanah suci. (*)