Menangkap Makna Melempar Jumrah

Oleh : Ibrahim Fattah

Hari kedua di tenda Mina, selesai sholat qasar dhuhur-ashar, pembimbing haji keloter 4,Dr H Hamka Bukhari, mengumumkan jadwal kunjungan terakhir ke Jumerat, setelah Magrib.

“Silahkan nanti sholatnya diqashar magrib-isya, lanjut makan malam,” kata H. Hamkah.

“Kita berjalan ke Jumerat di malam hari,” katanya lagi.

Perjalanan kali ini untuk pelemparan kedua dan ketiga.

Pelemparan jumerah kedua direncanakan awal malam dan pelemparan ketiga pada akhir malam, selepas pukul 00 dini hari.

Para jamaah haji memanfaatkan siang itu tidur siang untuk memulihkan tenaga.

Aspirasi jamaah haji mengharapkan pembawa bendera jangan berjalan cepat, pengalaman pada perjalanan pertama, sebagian jamaah tidak kuat menyesuaikan diri.

Selepas magrib rombongan keloter 4 kembali meninggalkan tenda.

Berkumpul dan star di jalan raya. Kali ini jamaah haji jauh lebih siap, baik tenaga maupun mental.

Kelihatan dari wajah-wajah jamaah yang sudah pada enjoy, mungkin jamaah haji sudah membayangkan besok pagi sudah kembali di jemput bus pulang ke hotel. Seluruh rangkaian wukuf berakhir di Jumerat.

Batu kerikil yang diperoleh saat mabit di Muzdalifah, disimpan rapih di dalam tas, ada juga di saku celana jamaah haji.

Suasana berjalan kaki di malam hari, suasananya jauh lebih santai dari perjalanan sebelumnya.

Jalur yang dilewati rombongan keloter 4 selalu jalur yang cepat karena tidak melewati terowongan seperti ketika saya salah jalur pada saat tertinggal dari rombongan.

Sekitar satu jam berjalan, rombongan tiba di tempat pelemparan jumrah. Tiap orang melempar sebanyak tujuh kali di tiga tempat yaitu Ula, Wustha, dan Aqabah.

Selesai pelemparan kedua, jamaah haji keloter 4 diarahkan oleh pembimbing haji keluar lokasi Jumerat.

Menunggu pergantian waktu melewati pukul 00 dini hari untuk pelemparan ketiga atau terakhir.

Tempat dipilih beristirahat menunggu pergantian waktu, pas di pintu masuk lokasi Jumerat, jamaah keloter 4 duduk bersila.

Tidak ada kegiatan khusus kecuali hanya bercengkerama sesama jamaah.

Lokasi ini strategis karena tiap tamu dari luar yang masuk, pasti melewati tempat keloter 4 duduk bersila.

Pelemparan ketiga dimulai sekitar pukul 00.30, mengulangi seperti pada pelemparan pertama dan kedua.

Peristiwa ini dimulai ketika Rasulullah Ibrahim AS diperintahkan menyembelih anaknya, Ismail AS, lalu iblis menggodanya agar mengurungkan rencana itu.

Rasulullah Ibrahim AS tidak bergeming. Iblis tidak habis akal, dia menggoda Siti Hajar, godaannya juga tidak mempan.

Ismail AS, anak semata wayang Rasulullah Ibrahim-Siti Hajar, menjadi target terakhir digoda, mungkin iblis berfikir, anak kecil itu masih lugu.

Tetapi anak itu sama kuatnya imannya dengan orangtuanya. Tidak tergoda dengan rayuan iblis.

Rasulullah Ibrahim AS, Siti Hajar, dan Ismail AS, masing-masing melempar 7 kali si iblis itu di tiga tempat, yaitu Ula, Wustha, dan Aqabah.

Pembimbing Haji menjelaskan tata cara melempar jumrah. Dimulai dengan komitmen dalam hati untuk membuang semua sifat jelek.

Misalnya sifat iri, dengki, sombong, malas, apriori, dan pesimis.

Singkat kata semua sifat-sifat jelek diucapkan kemudian disusul membaca basamalah, Allahu Akbar. Setelah itu batu kerikil itu dilemparkan ke dinding Jumerat.

Amalan ini, jamaah haji mengulangi peristiwa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Ibrahim AS, Siti Hajar, dan Ismail AS.

Amalan ini kemudian diabadikan Rasulullah Muhammad Saw sehingga umatnya pun wajib mengikutinya.

Jika proses melempar ini dilakukan dengan baik, menurut saya inilah langkah awal yang menjadi modal utama ketika pulang ke tanah air untuk menjadi haji mabrur.

Tetapi tentu tantangannya sangat berat. Sejauh Mana kemampuan iman kita untuk melempar iblis.

Melempar bukan lagi seperti pada saat di Jumerat. Tetapi melempar iblis dengan sabar dan sholat (QS 2 : 153).

Alhamdulillah jamaah haji keloter 4, semua pulang dalam keadaan sehat dan bertemu kembali dengan keluarganya.

Semoga kelak, pembaca menyusul dipanggil pula Allah datang ke tanah suci. (*)

__Terbit pada
13 Juli 2023
__Kategori
Culture