BERBANGSA-BANGSA DAN BERSUKU-SUKU SALING KENAL DI KOTA SUCI

Ibrahim Fattah Melaporkan dari Mekkah

Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah kamu yang bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti (QS Al Hujurat : 13).

Ayat di atas sudah cukup lama saya tahu teksnya tetapi saya baru menemukan konteksnya setelah berada di tanah suci.

Baik pada saat di Masjid Nabawi maupun setelah di Masjidil Haram, para CJH tidak pernah hanya berkumpul dalam satu tempat atau shaf hanya untuk sesama satu bangsa saja.

Para CJH pasti akan bercampur baur dengan berbagai bangsa.Dalam satu rombongan kloter pada umumnya berasal dari propinsi yang sama dan di dalam propinsi itu terdiri dari berbagai daerah.

Bahkan dari daerah yang sama pun, masih bisa berbeda suku atau bahasa lokalnya. Misalnya di kloter 4 dari Kabupaten Bulukumba, CJH yang dari Kajang, berbeda suku dan bahasa local dengan CJH yang dari wilayah Bira dan sekitarnya.

Ketika CJH berada di Masjid Nabawi dan di Masjidil Haram, kita bisa menyaksikan bagaimana antar jamaah dari berbagai bangsa dan suku saling berinteraksi.

Bahkan bisa saling bertukar cemilan sambil menunggu masuknya waktu sholat wajib. Larut dalam ritual sholat, thawaf, sa’i. Kalaupun berdesak-desakan karena padatnya jamaah, tetapi tidak berujung pada konflik fisik.

Pertanyaannya, siapa yang menyatukan mereka?. Pasti Allah yang menyatukannya, sang pencipta dan penguasa dunia.

Ketika CJH duduk di shaf menunggu waktu sholat wajib, pertanyaan pembuka perkenalan buat jamaah yang bersebelahan “anda dari negara mana?.

Indonesia, negara yang paling banyak jamaahnya dibandingkan jamaah haji dari negara lain.

Di setiap shaf atau di ruang lain kita dengan mudah bisa bertemu jamaah dari Indonesia. Tidak heran jika askar sering menggunakan kata “jalan, jalan”.

Maksudnya ketika lantai mau dibersihkan, askar meminta jamaah pindah ke tempat lain. Pedagang di tanah suci familiar dengan kata “murah” untuk mempengaruhi pembeli yang kebanyakan jamaah dari Indonesia.

Dalam perjalanan pulang dari Masjidil Haram menuju terminal bus, CJH melewati pedagang kaki lima. Mereka berteriak “murah” dengan berulang-ulang.

Padahal yang melewati jalur tersebut bukan hanya CJH Indonesia tetapi banyak juga dari bangsa lain. Apakah ini pertanda bahwa masyarakat kita hoby belanja ataukah karena faktor jumlah jamaah kita yang paling banyak?.

Makna berbangsa-bangsa dan bersuku-suku dari ayat di atas, selain sebagai momen untuk saling mengenal sesama jamaah, tentu juga untuk saling mengenal karakter tiap bangsa dan suku yang sudah pasti berbeda satu sama lain.

Allah ingin membangun kesadaran CJH bahwa tidak ada bangsa dan suku yang lebih mulia dari yang lain kecuali yang diberi derajat taqwa.

Semoga CJH kloter 4 selalu dalam keadaan sehat selama menjalankan rangkaian ibadah haji dan kelak pembaca suatu waktu dipanggil pula datang ke tanah suci.

Labbaikallah Humma Labbaik… Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah.(*).

Foto : jemaah haji Indonesia siap diberangkatkan menuju tanah suci. (nu online)

__Terbit pada
24 Juni 2023
__Kategori
Culture