Beragam Motivasi Mencium Hajar Aswad
Ibrahim Fatah Melaporkan dari Mekkah
Malam kedua di Masjidil Haram, saya belum ketemu “chemistry” Hajar Aswad.
Saya menunggu momen yang tepat, sampai betul-betul terasa nyaman dan muncul keinginan kuat tanpa berharap kepada orang lain selain hanya berharap kepada pertolongan Allah.
Begitu refleksi saya atas kegagalan sebelumnya mencium Hajar Aswad pada malam pertema usai umrah wajib.
Malam kedua di Masjidil Haram, saya kembali fokus duduk bersila sambil berzikir dan menatap Ka’bah, selurus Multazam dari jarak sekitar 20 meter dari Ka’bah di sebelah barat.
Kegagalan saya pada malam pertama karena “tergoda” dengan Pak Abdullah dan Pak Yunus, kemudian saya berubah pikiran untuk mencium Hajar Aswad, padahal sebelumnya saya tidak niatkan.
Saya menemukan hikmah kegagalan pada malam pertama, saya bisa menyelesaikan sholat tahajjud dan witir, begitu salam penutup selesai, azan subuh pun berkumandang.
Malam ketiga, saya bersama Pak Arifin Wahid, Ketua Regu 29, Rombongan 8. Saya menunggu momen yang tepat untuk mencium Hajar Aswad. Kali ini saya lebih siap dibanding dua malam sebelumnya.
Malam semakin larut, saya lihat jam, sudah pukul 23.30 Waktu Makkah. Sudah waktunya tidur sejenak, bisik saya dalam hati.
Burung-burung di atas Ka’bah tak hentinya terbang sambil mengeluarkan suara dengan bahasa burung, seolah menyemangati para jamaah yang semakin malam semakin ramai berdatangan melakukan thawaf, tak menghiraukan pergantian waktu.
Saya bergeser ke belakang di dekat pagar pembatas untuk merebahkan badan. Saya terbangun sekitar pukul 01 dini hari.
Dalam hati, saya merasakan kesenangan bisa tidur sejenak sebagai syarat untuk melaksanakan sholat tahajjud (QS Al-sra : 79). Saya bergegas ke toilet sekaligus berwudhu.
Perjalanan ke toilet, butuh perjuangan kuat, maklum, jaraknya lumayan jauh.
Ritual pertama setelah pulang dari berwudhu adalah sholat sunnat taubat dan sunat hajat mencium Hajar Aswad.
Saya melangkah fokus ke sasaran Hajar Aswad, satu meter sebelumnya, saya berserah diri.
Tetap saya menghadapi situasi berhimpitan, namun selepas Hijir Ismail, saya menyisir di pinggiran Ka’bah, melangkah pelan akhirnya saya berhasil mencium Hajar Aswad.
Usai mencium Hajar Aswad, saya kembali berjuang mencari tempat duduk. Target saya, tempat itu bisa melihat Ka’bah secara utuh.
Jika tempat duduk sudah ditinggalkan, jamaah lain sudah menempatinya, terlebih posisi yang selurus Multazam atau yang selurus Maqam Ibrahim AS atau selurus Hijir Ismail.
Tempat-tempat ini, diyakini sebagai tempat yang mustajab tuk berdoa.
Beragam motivasi jamaah untuk mencium Hajar Aswad. Seandainya tidak dicontohkan Ibrahima AS, dilanjutkan Rasulullah Muhammad, tentu Hajar Aswad tidak favorit saat ini.
Hajar Aswad diyakini batu dari surga dan kelak akan dikembalikan lagi ke surga. Itulah salah satu motivasi jamaah mau bersusah payah mencium Hajar Aswad karena kelak akan bersaksi di surga.
Semoga CJH kloter 4 selalu dalam keadaan sehat selama menjalankan rangkaian ibadah haji dan kelak pembaca suatu waktu dipanggil pula datang ke tanah suci.
Labbaikallah Humma Labbaik… .Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah. (*)