Siti Hajar, Perempuan Petarung dan Visioner
Ibrahim Fatah Melaporkan dari Mekkah
Hotel rombongan jemaah calon haji Parepare dan Bulukumba ditempatkan di daerah Syisyah 3-Syib Amir.
“Mana ketua rombongan,” tanya anggota Tim Haji Indonesia.
Saya bergegas turun dari bus, saya disambut di depan hotel disertai lagu shalawat,meter ambah makna spritualitas perjalanan haji. Saya diantar ke meja penerimaan rombongan untuk menerima kunci kamar.
“Bapak rombongan berapa,”tanya petugas haji.
“Rombongan 8,” jawab saya singkat.
Saya diberikan 7 kunci kamar untuk selanjutnya dibagikan kepada jemaah yang masih berada di dalam bus.
Saya baru mau balik ke bus memanggil jemaah, ternyata jemaah sudah masuk di lobi hotel dan situasinya langsung “riuh”.
“Tolong pembagian kunci kamar di lantai 4 saja ya,” kata petugas haji.
Satu kamar diisi 6 orang, luas kamar cukup lapang. Di setiap pintu kamar, sudah tercantum nama-nama penghuninya.
Dalam waktu singkat terjadi negosiasi antar jemaah untuk tukaran kamar.
Para perokok berinisiatif mencari sesama “ahli hisap”. Setelah beres urusan kamar, waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang, sholat dhuhur dilakukan di dalam kamar saja.
Selesai sholat berjamaah ashar di Masjid, di depan hotel, rasa penasaran melihat langsung Baitullah, belum bisa dilaksanakan karena kunjungan pertama atau umrah wajib.
Jemaah berangkat secara kolektif dibawah koordinasi Kemenag. Selesai sholat magrib dan makan malam, ada pengumuman berkumpul di lobi hotel pukul 9 malam untuk diantar ke Masjidil Haram.
Perjalanan dari hotel ke Masjidil Haram, sekitar 10 menit. Mobil berhenti di terminal Masjidil Haram, sekitar 200 mete dari arah belakang Masjid.
Jemaah diminta turun dengan tertib. Jemaah berjalan beriringan membentuk barisan.
Saat tiba di area Masjidil Haram, jemaah langsung thawaf, mengelilingi Ka’bah selama 7 kali, dilanjutkan sa’i 7 kali di bukit Safa dan Marwah.
Jamaah diwajibkan berjalan dan berlari-lari kecil dari Safa ke Marwah 7 kali bolak balik.
Pada putaran kedua, rombongan sudah mulai terpecah, terpisah dengan kelompok besar kloter 4.
Butuh tenaga untuk menyelesaikannya. Sambil berjalan, saya tertegun, kita ini sa’i di malam hari dalam ruangan yang sejuk dan lantai tegel.
Sedangkan Siti Hajar, melakukannya di siang hari, seorang diri pula.
Siti Hajar, ikhlas melepas Ibrahim, suaminya pergi berdakwah meski ia punya anak kecil, Ismail.
Ismail kecil kehausan, Siti Hajar berjuang seorang diri mencari air, Di bukit Safa, ia melihat ada air di bukit Marwah dan sebaliknya.
Ia berlari menghampiri air itu, ternyata hanya fatamorgana. 7 kali bolak balik, akhirnya di bawah kaki Ismail kecil muncul air dari bawah tanah.
Kenapa Siti Hajar, begitu sabar bolak balik dari Safa ke Marwah tanpa jenuh?
Itu karena ia punya visi masa depan, ia mau anaknya kelak menjadi pelanjut risalah kenabian suaminya.
Ibrahim untuk mensyiarkan ajaran Tauhid, tidak ada tuhan selain Allah. Kini jemaah haji mengikuti sa’i dengan taat meski butuh tenaga ekstra, itu karena Rosul juga melakukannya.
Semoga jemaah calon haji kloter 4 selalu dalam keadaan sehat selama menjalankan rangkaian ibadah haji dan kelak pembaca suatu waktu dipanggil pula datang ke tanah suci.
Labbaikallah Humma Labbaik… .Aku penuhi panggilan-Mu Ya Allah. (*)