Inilah Etika Berpolitik dalam Islam
Oleh : Ibrahim Fattah, Dekan FH UMPAR.
Islam adalah ajaran Rahmatan Lil Aalamiin. Memberi rahmat bagi seluruh alam. Semua aspek kehidupan tak ada yang terlepas dari ajaran Islam.
Artinya tidak ada urusan dunia yang tidak diatur di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara jika kamu berpegang teguh kepadanya, niscaya kamu tidak akan tersesat,” mengutip sebuah hadits.
Ketika Rasulullah berdakwah, ia mengajak kaum kafir Qurais masuk Islam. Para pembesar mereka mengatur siasat bagaimana strategi menghentikan dakwahnya.
Paman Rasulullah, Abu Thalib sangat sayang pada ponakannya, jika ada yang mengganggu dakwah ponakannya, maka sang paman tampil membela.
Suatu ketika para petinggi kafir Qurais mendatangi sang paman Rasulullah dan menitip tiga tawaran penting buat ponakan Abu Thalib itu.
Tawaran pertama jika sang ponakan mau menghentikan dakwahnya, maka akan diberikan perempuan tercantik di jazirah Arab.
Tawaran kedua, diberikan harta yang tak terhingga, dan Tawaran ketiga akan diberikan kekuasaan di seluruh wilayah kekuasaan Qurais.
Sekembali Rasulullah di rumah pamannya, sang paman menyampaikan tiga tawaran penting tersebut. Jawaban sang ponakan membuat sang paman tak bisa berkutik.
Jika mereka mampu meletakkan Matahari di pundak kananku dan bulan di pundak kiriku, saya tetap tidak akan berhenti berdakwah.
Artinya Rasulullah menolak tiga tawaran yang sungguh menggoda dari pembesar Qurais itu.
Diplomasi Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa beliau mengedepankan etika ketika menolak ajakan pembesar kafir Qurais.
Rasulullah tidak menghadapi lawannya dengan kampanye hitam. Politik itu seni mempengaruhi orang lain.
Sejatinya jika seorang politisi atau calon pemimpin mendapat kampanye hitam dari lawan politiknya, maka tidak perlu membalasnya dengan kampanye hitam juga.
Peristiwa lainnya, setiap hari ada kotoran di depan rumah Rasulullah. Tiba-tiba kotoran itu tak ada lagi pada hari-hari berikutnya. Rasulullah berpikir jangan-jangan orang itu sedang sakit.
Orang yang dicurigai adalah orang Yahudi tetangga Rasulullah. Rasulullah mengambil keputusan mendatangi orang itu.
Ternyata orang itu sedang sakit tak berdaya. Rasulullah menjenguknya tak ada dendam. Si Yahudi itupun bersyahadat.
Pembelajaran dari dua peristiwa di atas adalah Islam itu dalam memperjuangkan kepentingan politiknya jauh dari kampanye hitam terhadap orang yang tidak senang dengan Islam.
Sebaiknya direspon dengan akhlak. Lawan politik itu tidak perlu dihadapi dengan marah dan dendam.
Jika kekerasan dihadapi dengan kekerasan, maka akan melahirkan kekerasan berikutnya.
Kita menyaksikan saat ini setiap menjelang pemilu atau pemilukada, ada pihak yang saling menjegal dengan kampanye hitam.
Politik uang seolah sudah menjadi instrumen utama meraih kekuasaan.
Kecurangan seolah bukan lagi pelanggaran, bahkan cenderung sudah menjadi nilai bahwa kalau tidak main curang, berat mejadi pemenang.
Pembaca terpelajar, bagaimana menghadirkan etika dalam berpolitik? (*)