Apa Makna Halal Haram, Simak Penjelasannya
Oleh : Ibrahim Fattah, Dekan Fakultas Hukum UMPAR
Semalam judul ceramah tarwih dari Kementrian Agama yaitu Haram dan Halal Dalam Islam. Saya sendiri tidak ikut sholat tarwih. Saya sedang di luar kota.
Saya ingin mengulik judul tersebut dalam perspektif berbeda dengan ulasan dai membawakan ceramah itu.
Dunia ini hanya sebagai persinggahan sementara menuju kehidupan abadi yaitu akhirat. Dalam beraktivitas di dunia ini manusia butuh pangan dan papan serta segala kebutuhan lainnya sesuai kemampuan.
Cara memperolehnya ada tiga pilihan, apakah diperoleh dengan halal, haram atau subhat. Subhat itu ibarat warna abu-abu, tidak putih tidak juga hitam.
Kebutuhan hidup diperoleh dengan cara halal, maka hidup menjadi berkah. Sebaliknya kebutuhan hidup diperoleh dengan cara haram, maka hidup menjadi tidak berkah. Ini sama seperti teori perencanaan pembangunan yaitu input, output dan out come.
Jika suatu rencana pembangunan ingin memperoleh hasil dan dampak baik, maka dibutuhkan input baik, misalnya didukung SDM memiliki kapasitas, anggaran memadai, fasilitas lengkap, dan lainnya.
Sebaliknya jika inputnya bermasalah, misalnya SDM memfasilitasi suatu kegiatan/program pembangunan tidak menguasai bidangnya, kemudian anggarannya di mark up atau ada indikasi kecurangan menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain) dari pengelola kegiatan/program.
Jangan bermimpi akan menghasilkan output atau hasil yang sukses dan sudah pasti pula out come atau dampaknya jauh dari target yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
Meski hanya dua pilihan cara untuk memperoleh kebutuhan hidup menurut Islam, namun tetap fleksibel.
Islam memberi alternatif solusi jika semua cara-cara halal sudah buntu sedang seseorang sudah dalam kondisi kritis, misalnya sedang lapar dalam beberapa hari sedangkan makanan tersedia hanya makanan haram, maka demi menyelematkan kondisi kritis tersebut, orang itu boleh memakan makanan itu tetapi hanya secukupnya saja. Ini disebut darurat.
Lalu bagaimana dengan kebutuhan hidup yang diperoleh dengan cara yang subhat?
Pelakunya itu selalu punya justifikasi atau alasan pembenar atas tindakannya memperoleh suatu kebutuhan hidupnya. Hati nurilah yang bisa menilai apakah subhat itu pantas atau tidak pantas.
Jika pelakunya merasakan hidup berkah atau selalu merasa tenang, maka mungkin justifikasinya ada benarnya. Namun ini adalah pilihan hidup yang penuh dengan spekulasi.
Seorang pemimpin daerah harus jelas dari mana sumber pendapatannya sebelum terpilih menjadi pemimpin daerah karena pemimpin itu punya tanggungjawab besar di hari akhirat kelak.
Jika penghasilan digunakan untuk membiayai operasional keterpilihannya bersumber dari pendapatan halal, maka calon pemimpin itu layak diberi amanah untuk menjadi pemimpin agar daerah yang dipimpinnya menjadi berkah. Aamiin Yaa Rabbal Aamiin.
Semoga semangat. (*)
Ilustrasi screenshot