Butuh “Jamu Pahit” Hilangkan Efek Naiknya Harga BBM

Catatan : Dr Yadi Arodhiskara, S.E.M.Ak

Kabar naiknya naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi berita paling booming. Menggeser pemberitaan kasus Sambo menghiasi media massa selama dua bulan terakhir.

Isu yang sudah digiring sejak awal tahun ini menjadi hadiah pahit bagi rakyat Indonesia di hari kemerdekaan Indonesia ke 77 yang baru saja berlalu.

Pahit terasa karena BBM menjadi salah satu kebutuhan dasar dalam pergerakan dan pertumbuhan ekonomi yang berefek langsung pada pembentukan harga kebutuhan pokok.

Bisa dibayangkan jika kebutuhan pokok semakin mahal, maka tentu akan berdampak pada kondisi keuangan keluarga

Para emak-emak akan kelimpungan mencari menu yang terbaik bagi keluarganya. Tetapi harus menyesuaikan dengan uang belanja bulanan, bagi mereka yang gajian bulanan.

Lebih pelik lagi bagi kaum buruh yang bersandar pada upah harian, tentu ini tidak “sesementara” seperti kata para menteri yang mengatakan pahitnya sementara.

Kebijakan menaikkan harga BBM tentu domain dari pemerintah. Mengurangi pahit itu harus dengan dalam bentuk pembagian bantuan langsung tunai (BLT) atau jenis Bansos lainnya.

Sungguh hanyalah gula-gula yang manisnya akan sesaat hilang. Untuk itu diharapkan solusi yang diberikan pemerintah pusat dan daerah tidak hanya menjadi gula-gula.

Tapi harusnya menjadi jamu yang pahitnya hilang. Namun memberikan energi baru menghadapi efek kenaikan harga BBM. (*)

(Penulis adalah Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UM) Parepare)

__Terbit pada
6 September 2022
__Kategori
ESAI