FORUM DEKAN FAKULTAS HUKUM & STIH PERGURUAN TINGGI MUHAMMADIYAH

Oleh : Ibrahim Fattah

Kemarin, sekitar jam 3 sore, kamis, 25 Agustus 2022, Matahari bersinar terang, seolah menyambut pesawat yang saya tumpangi mendarat di Bandara Jenderal Sudirman, Semarang.

Saya dan Pak Asram, Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Parepare (UMPAR) diundang menghadiri pelantikan Forum Dekan (Fordek) Fakultas Hukum (FH) dan Ketua STIH Perguruan Tinggi Muhamadiyah (PTM) se Indonesia.

Acara pelantikan dirangkaikan pula dengan Seminar Nasional tentang RUU KUHPidana yang Berwawasan HAM dan Demokratis.

Tema ini sebuah pesan yang penuh makna bahwa FH PTM, ingin menawarkan KUHPidana yang saling memanusikan dan tidak otoriter atau anti kolonialisasi.

Dua acara tersebut dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Kudus, Jawa Tengah. Ketua terpilih yaitu Dr. Tongat, SH., M. Hum (Dekan FH Universitas Muhammadiyah Malang), dilantik bersama semua pengurus lainnya.

Di bandara, sudah menunggu dua mahasiswa FH UM Kudus, ditugaskan untuk menjemput tamu menuju Kabupaten Kudus. Jaraknya sekitar 50 km tetapi karena macet, sehingga perjalanan ditempuh sekitar 2,5 jam.

Sepanjang perjalanan dari Bandara Semarang menuju Kudus, didominasi mobil truk dan mabil kontainer sehingga sulit melewati. Beruntung tiga kali ada jalan alternatif sehingga mobil yang saya tumpangi bisa melaju lebih cepat.

Saya dan Pak Asram, tiba di hotel tempat menginap para peserta, sekitar jam 7 malam. Secepat kilat bersih-bersih badan kemudian turun di loby menuju UM Kudus, diantar oleh mahasiswa UM Kudus.

Memasuki UM Kudus, kampusnya bersih, di jalan menuju aula pertemuan. berjejer kuliner dan masing-masing punya spanduk berbunyi Semarakkan Muktamar Muhammadiyah di Surakarta.

Pengurus Forum Dekan FH dan STIH PTM se Indonesia, dilantik oleh Prof. Dr. Jimyati, SH., MH., Wakil Ketua Majelis Dikti Litbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Beliau adalah Guru Besar Fakultas Hukum UM Surakarta, Solo.

Ada dua ide menarik dalam sambutan Prof. Jimyati, pertama tentang perlunya ada satu Prodi Unggul di setiap PTM yang menjadi payung bagi Prodi yang sama di PTM lain. Argumentasinya bahwa semua Prodi di PTM adalah milik PP Muhammadiyah.

Ide kedua yang menarik adalah perlunya setiap Fakultas Hukum (FH) dan STIH PTM punya kekhasan yang membedakannya dengan FH dan STIH lainnya.

Prof. Jimyati, menawarkan ide agar FH dan STIH PTM, memulai mengenalkan Hukum Asean. Argumentasinya, untuk mengisi AFTA, PTM harus lebih duluan, kata Prof. Jimyati.

Prof Jimyati juga berbagi informasi bahwa alumni Ilmu Hukum Universitas Indonesia, sebagian besar tidak berminat mendaftar menjadi ASN. Alasannya gajinya rendah.

Alumni Ilmu Hukum UI, kata Prof. Jimyati, lebih senang menjadi bisnis law, mereka menyasar perusahaan multi nasional. Kekhasan FH PTM sudah perlu dipikirkan sekarang, tegas Prof Jimyati.

Gagasan dan sekaligus tantangan yang disampaikan oleh Prof Jimyati dalam sambutannya kepada ilmu PTM, betul-betul harus disikapi oeh pengurus Fordek yang baru saja dilantik.

Terlebih FH PTM, tidak hanya menghadapi tantangan persaingan dari kampus lain, juga menghadapi tantangan internal yang tidak sedikit, sesuai kondisi masing-masing PTM.

Untuk membenahi berbagai tantangan itu, tentu bukan hanya menjadi tanggungjawab Fordek FH dan STIH PTM saja, tetapi juga menjadi tanggungjawab pengelola PTM dan persyarikatan Muhammadiyah.

Spirit yang dibangun dari Fordek ini adalah spirit mencerahkan umat dari kebodohan dan buta hukum. Masih banyak warga miskin yang bukan hanya tidak punya akses ke jenjang pendidikan tetapi juga kadang-kadang menjadi korban kasus struktural.

Acara inti pelantikan pengurus Forum Dekan dan Ketua STIH PTM, redaksinya mirip yang digunakan ketika pelantikan Pimpinan Muhammadiyah di setiap tingkatan.

Setelah acara pelantikan pengurus ditutup, saya meminta kepada panitia ditunjukkan toilet. Toiletnya sangat bersih, sama bersihnya toilet di hotel.

Toilet laki-laki berdampingan dengan toilet perempuan.
Bersih ya toiltnya mas, kata saya kepada panitia yang mengantar saya. Maklum kampus ini, sebelum menjadi universitas adalah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus. Pantas bersih, bisik saya dalam hati.

Pelataran di depan aula pertemuan, panitia menyiapkan dua menu secara bersamaan. Ada menu makan malam dan ada pula durian dalam jumlah yang banyak.

Saya kebetulan sudah makan malam sebelum tiba di Kudus. Saya melirik jejeran durian yang sudah siap di atas meja. Dalam hati saya, durian ini lebih menarik, tapi saya agak ragu mencicipinya dalam jumlah banyak.

Sambil mencicipi durian Kudus yang sangat nikmat, saya sudah mau berhnti setelah mencicipi dua biji duren. Tiba-tiba Ibu Dr. Sukmareny, SH., MH., mantan Dekan FH UM Bukit Tinggi, membagi triknya. Coba bapak kunyah bijinya, insya Allah duren tidak berefek.

Trik ini yang mebuat beberapa pengurus Fordek Hukum, kembali melanjutkan mencicipi duren yang sangat menggoda rasa ingin nambah karena nikmatnya.

Salah satu peserta yang ikut mencicipi duren adalah Ibu Prof. Hj. Rudiah, SH, MH., mantan Dekan FH UM Mataram (UMAT). Beliau sudah sepuh tapi masih menikmati duren malam itu.

Kampus UM Kudus, masih terbilang baru, berdiri tahun 2018. Tetapi infrastrukturnya sudah nampak lengkap, gedungnya berlantai 2. Di belakang kampus, sedang dibangun gedung rektorat.

Saat ini UM Kudus punya 21 Program Studi, uniknya belum ada alumninya tahun ini dan harus pula bersaing dengan perguruan tinggi lainnya yang sudah lebih dahulu berdiri di Kudus dan sekitarnya. (*)

__Terbit pada
26 Agustus 2022
__Kategori
ESAI