Sepuluh Penentu Sukses
Menjelang penerimaan raport, dunia maya selalu riuh. Berbagai postingan soal nilai raport, indeks prestasi kumulatif (IPK) wara-wiri di lini masa Facebook (FB) dan status Whattsapp (WA).
Tuan Guru tertarik pada sebuah postingan di FB menggelitik dunia pendidikan berjudul Mematahkan Mitos NEM, IPK dan Ranking. Tuan Guru mengedit beberapa bagian, tapi tidak mengurangi makna.
“Saya seorang dokter memiliki nilai IP yang rendah. Saat masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), pernah naik kelas percobaan. Nilai Matematika 4,” tulis postingan itu.
Selain itu, tulis postingan itu saat duduk di bangku SMP dan SMA juga selalu mendapatkan rangking corot (peringkat terbawah).
“Tapi saya melakukan hampir sepuluh hal ini,” tulisnya, melampirkan sebuah artikel karya seorang Professor.
Tulisan itu, mengurai tiga hal ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap kesuksesan, yakni nilai rapor, IPK dan rangking. Sang Guru Besar itu menceritakan, mengalamannya mengarungi dunia pendidikan selama 22 tahun (1 tahun TK, 6 tahun SD, 6 tahun SMP-SMA, 4 tahun S1, 5 tahun S2 dan S3).
Kemudian, mengajar selama 15 tahun di universitas di 3 negara maju (Amerika Serikat, Korsel, Australia) dan Indonesia. Ia mengaku, menjadi saksi betapa tidak relevannya ketiga konsep di atas terhadap kesuksesan.
Dugaannya didukung sebuah riset Thomas J.Stanley yang memetakan 100 faktor berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan seseorang berdasarkan survei terhadap 733 millioner di US.
Hasil penelitiannya ternyata nilai yang baik (yakni NEM, IPK dan rangking) hanyalah faktor sukses urutan ke-30. Sementara faktor IQ pada urutan ke-21, dan bersekolah di universitas/sekolah favorit di urutan ke-23.
“Anak Anda memiliki nilai raport rendah Tidak masalah. Paling banter akibatnya tidak bisa masuk sekolah favorit. Yang menurut hasil riset, tidak terlalu pengaruh terhadap kesuksesan,” tulis artikel itu.
Lalu apa faktor yang menentukan kesuksesan seseorang itu? Menurut riset Stanley berikut ini sepuluh faktor teratas yang akan mempengaruhi kesuksesan:
1. Kejujuran (being honest with all people)
2. Disiplin keras (being well-disciplined)
3. Mudah bergaul atau friendly (getting along with people)
4. Dukungan pendamping (having a supportive spouse)
5. Kerja keras (working harder than most people)
6. Kecintaan pada yang dikerjakan (loving my career/business)
7. Kepemimpinan (having strong leadership qualities)
8. Kepribadian kompetitif atau mampu berkompetisi (having a very competitive spirit/personality)
9. Hidup teratur (being very well-organized)
10. Kemampuan menjual ide atau kreatif/inovatif (having an ability to sell my ideas/products)
Kesepuluh faktor di atas, tulis artikel itu, tidak terjangkau dengan NEM dan IPK. Bahkan, dalam kurikulum semua tertulis di atas itu dikategorikan sebagai softskill.
Biasanya peserta didik memperolehnya dari kegiatan di ekstrakurikuler. Setiap sekolah memiliki ekstrakurikuler untuk mengembangkan bakat dan potensi peserta didik.
Bagi Tuan Guru mencontohkan, sikap jujur, kerja keras, disiplin belajar paling penting. Selain itu, membiasakan aktivitas membaca agar anak didik bisa berpikir logis dan kritis.
Pendidikan itu bukan semata -mata mencari kesuksesan, tapi proses belajar mengajar yang sungguh-sungguh akan mengantar anak membedakan mana yang benar dan salah, persiapan menghadapi dunia kerja, dan mengantar menuju kebahagiaan.
Lalu bagaimana mengukur kesuksesan pedidikan jika tidak ada fase evaluasi. Fase ini memastikan keberhasilan pendidikan di sekolah. Hasil evaluasi itu berisi angka-angka yang akan menghasilkan peringkat.
Hasil evaluasi ini mestinya menjadi alat mengetahui titik lemah anak didik, menjadi acuan bagi guru dan orang tua mengembangkan potensi anak. Setiap anak memiliki kelebihan. (*)
Ilustrasi belajar (english.com)