Guru Spritual
Oleh : Dr. Muhammad Qadaruddin
Era digital saat ini seakan merubah tatanan kehidupan masyarakat. Teknologi menempati lebih banyak ruang dalam diri seorang anak, siswa, pelajar, hingga merambah ke pelosok jiwa kalangan tua.
Tak heran jika saat ini teknologi menjadi guru favorit bagi mereka, guru yang senantiasa mengisi jiwa, akal mereka dengan tontonan bukan tuntunan.
Kemunculan berbagai lembaga, organisasi, tempat, wadah pengkajian Islam, berdampak pada beragam paham-paham keagamaan di kalangan siswa, pelajar, mahasiswa, masyarakat, cepatnya reproduksi paham keagamaan yang tidak lagi melalui jenjang formal.
Namun, lebih pada pengkaderan informal berupa halaqa, kajian-kajian, menyebabkan revolusi pemahaman keagamaan, hadir berbagai media kajian berupa youtube, Instagram, tiktok, yang berdampak pada konfigurasi paham keagamaan, radikal, riberal, moderat, islamisme.
Pentingnya memilih mursyid yang tepat, yang senantiasa mengajak, mengajarkan pada kebaikan bukan mengajak pada kemungkaran. Seorang mursyid tidak hanya sekedar mentransfer ilmu dan pengetahuan, akan tetapi lebih pada membentuk karakter atau kepribadian yang Baik.
Begitupula seorang murid tidak hanya ikut pengajian, akan tetapi memiliki kemauan dan kesabaran menuntut ilmu.
Kata murid berasal dari kata Arada yang berarti “mau” seorang murid memiliki kemauan untuk menuntut ilmu kepada gurunya.
Namun jika kita melihat saat ini, kemauan anak, remaja untuk menuntut ilmu kepada guru sangat rendah, tenaga dan pikiran mereka lebih berorientasi pada aplikasi aplikasi tik-tok, game, yang menghibur.
Saat ini, aplikasi tidak sekedar menghibur tetapi juga memberikan reward berupa uang, materi. Seorang mursyid seharusnya mengajarkan sesuatu yang bukan hanya sebatas persoalan duniawi akan tetapi persoalan yang membawa pada kebahagiaan dunia dan akhirat, “menuntut ilmu dari lahir hingga ke liang lahad” itulah pentingnya memilih guru yang baik.
Firman Allah dalam surah Al Fatir ayat 28 “Sesungguhnya yang takut kepada Allah swt di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang ulama.”
Dengan kesempurnaan pengetahuan dan makrifat mereka kepada Allah swt dibandingkan manusia -manusia lainnya, mereka memiliki ketakutan, ketundukan, dan kekaguman tertinggi kepada Allah swt.
Seorang guru yang baik senantiasa membimbing anak, siswa, pelajar dengan berorientasi pada Allah, memiliki kata-kata yang baik, dan perilaku yang baik, sesuai tuntutan agama.
Jika kita kembali pada referensi yang ada yang dikatakan oleh oleh sahabat Rasulullah sekaligus menantu Rasulullah Ali bin Abu Thalib ra mengatakan “Man ‘allamani harfan kuntu lahu ‘abdan (Barang siapa mengajariku satu huruf, aku rela menjadi budaknya)”.
Itulah bentuk keta’dhiman Sahabat Ali kepada guru-guru beliau. Walau hanya mengajarakan satu alif.
Seorang murid spiritual tidak hanya sekedar mengarungi bahtera pengetahuan seorang guru, akan tetapi seorang murid memiliki jiwa yang bersih, akhlaq yang baik pada gurunya Rasulullah bersabda (yang artinya),
“Sesungguhnya malaikat (rahmat) tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing”. (HR. Thabrani dan Imam Dhiyauddin dari Abu Umamah Ra).
Makna anjing yang mungkin lebih patut diberi perhatian besar untuk tidak dipelihara yaitu “anjing” yang senantiasa berisik mengonggong di rumah hati manusia (qalbun).
Ilmu tidak akan masuk dalam hati seorang anak, pelajar, siswa, jika hati tersebut kotor dengan sifat benci, dengki, hasut, hina terhadap seorang guru. (*)
Penulis adalah Ketua Prodi Jurnalistik Islam, IAIN PAREPARE