Merawat Tradisi Sayyang Pattudu di Ujung Lero
Diiringi musik rawana (rebana), kuda yang sudah dihias itu mulai menggerak-gerakkan kaki dan kepala, mengikuti irama musik rebana. Di atas punggungnya duduk seorang gadis mengenakan pakaian adat Mandar dengan posisi khusus.
Kuda penari itu, mengikuti tabuhan musik rebana. Jika musiknya berhenti, berhentilah pula tarian si kuda menari.
Tari Sayyang Pattudduq. Tari tradisional asli tanah Mandar Sulawesi Barat itu, salah satu warisan budaya Indoensia tak benda yang terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sayyang Pattudduq, kuda yang pandai menari mengikuti irama tabuhan grup rebana yang mengiringinya kian populer sebagai wisata budaya di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Persembahan Sayyang Pattudduq digelar saat penamatan atau khatam Alquran dan peringatan Maulid Rasulullah Saw. Bagi suku Mandar yang bermukim di Desa Lero, Kabupaten Pinrang, acara penamatkan Alquran sangat dinanti anak-anak dan warga.
Anak-anak yang sudah khatam Alquran bisa naik kuda Sayyang Pattuduq. Anak-anak mengenakan pakaian adat khas Mandar, lalu diarak mengelilingi kampung menggunakan kuda penari yang diiringi rawana (musik rebana).
Budaya ini digelar sekali dalam satu tahun di beberapa daerah di Tanah Mandar seperti Pambusuan, Karama, Majene, Kappung Tulu dan Ujung Lero (Pinrang).
“Sayyang Pattuduq itu budaya yang digemari masyarakat. Saat budaya ini digelar seluruh masyarakat Mandar menyatu, mengenakan pakaian adat khas Mandar,” kata Dodi, warga Mandar yang bermukim di Lero.
Bagi Dodi, budaya tradisional Sayyang Pattuduq harus dirawat dan dilestarikan. Budaya ini, pemersatu dan bisa mendatangkan wisatawan mancanegara ke tanah Mandar.
Pada pegelaran budaya Sayyang Pattuduq warga disuguhkan musik dengan irama-irama merdu dari rawana (rebana). Rawana ini menjadi pengiring ketika kuda mulai berjalan mengelilingi kampung.
Suara rawana membuat para kuda menggoyangkan kepala dan menggerak-gerakkan kaki, mengiringi musik rawana. Selain itu, rawana juga membuat warga yang menonton ikut berjoget mengikuti irama musik.
Mereka seolah-olah terhipnotis irama khas rawana, membuat acara lebih meriah dan hidup. Selain itu, budaya Sayyang Pattuduq diiringi Kalindadaq.
Kalindadaq itu adalah pantun disampaikan masyarakat yang mengiringi perjalanan kuda ketika diarak dan ditujukan kepada orang yang berada di atas kuda.
Isi Kalindadaq sangat beragam, mulai ungkapan rasa cinta kepada orang yang naik kuda, hingga berisi tentang candaan.
Kalindadaq ditunggu-tunggu masyarakat saat menonton arak-arakan kuda ini, mereka menunggu respon dari orang yang menaiki kuda. Responnya bisa dilihat di raut wajah yang melontarkan Kalindadaq.
Sayyang Pattuduq, warisan budaya tak benda dari daerah Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Sayyang Pattudu digelar untuk syukuran pada acara khatam Alquran di sebuah kampung di Polewali Mandar.
Kuda dihias dan kemudian mengelilingi kampung. Penunggangan kuda diiringi dengan tabuhan musik rebana dan pembacaan syair khas Mandar. Bagi warga Mandar menyebut Kalindaqdaq.
Dikutip wikipedia, syair yang dibacakan membahas tentang Islam dan Mandar. Pesertanya terdiri dari pesayyang, disayyang, dan pesarung.
Sayyang Pattuduq umumnya diadakan bersamaan dengan perayaan Maulid Rasulullah Saw, pada bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal.
Ritual Sayyang Pattuduq mendidik dan memberikan nasihat kepada anak-anak suku Mandar agar bersemangat menamatkan bacaan Alquran.
Sayyang Pattudu juga ditampilkan sebagai tari penyambut tamu kehormatan dalam masyarakat Mandar dan menjadi festival tahunan Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Majene, dan Kabupaten Mamuju.
Bagi masyarakat Mandar, Sayyang Pattudu mengandung nilai sebagai alat komunikasi budaya, gotong-royong, tolong-menolong, kerohanian, dan persaudaraan sosial.(*)
Laporan : Ashar (Mahasiswa Jurnalistik Islam, IAIN Parepare)
Foto : Acara Sayyang Pattudduq di Desa Pambusuan, Polewali Mandar (desapambusuanwordpress.com)