
Fenomena Bulan Biru, Ini Penjelasan Pakar
Minggu, 22 Agustus 2021, sekira pukul 20.01 Wita, terjadi fenomena alam, warga menyebut Blue Moon (Bulan Biru). Warga pun mengabadikan menggunakan kamera smartphone dan mengupload di media sosial.
Tuan Guru bersama menyaksikan peristiwa langka itu, bulan purnama. Tapi, bulan tampak kemarahan yang menerangi langit malam. Lalu mengapa disebut Blue Moon?
Tuan Guru menjelajahi laman lapan.go.id dan menemukan penjelasan, Peneliti Pusat Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Andi Pangerang.
Tuan Guru mengedit beberapa bagian, Andi Pangerang mengurai, ada dua definisi yang berbeda mengenai Bulan Biru. Pertama Bulan Biru Musiman (Seasonal Blue Moon), yakni Bulan Purnama ketiga dari salah satu musim astronomis yang di dalamnya terjadi empat kali Bulan Purnama.
Kedua, Bulan Biru bulanan (Monthly Blue Moon), yakni Bulan Purnama kedua dari salah satu bulan di dalam kalender Masehi yang di dalamnya terjadi dua kali Bulan Purnama.
Purnama Minggu, 22 Agustus, termasuk Bulan Biru Musiman, fenomena ini terjadi setiap dua atau tiga tahun sekali. Terjadi 19 Mei 2019 dan 22 Mei 2016, lalu. Fenomena ini diperkirakan kembali terjadi 20 Agustus 2024 dan 20 Mei 2027, mendatang.
Sedangkan Bulan Biru Bulanan juga terjadi setiap dua atau tiga tahun sekali. Sebelumnya, terjadi pada 31 Juli 2015 dan 31 Januari 2018. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 31 Agustus 2023 dan 31 Mei 2026, mendatang.
Musim astronomis terjadi tiga kali Bulan Purnama. Durasi musim untuk musim gugur (belahan utara) dan musim dingin (belahan utara) rata-rata 89,5 hari.
Sedangkan durasi musim semi (belahan utara) dan musim panas (belahan utara) rata-rata 93 hari. Rata-rata lunasi (satu siklus periode sinodis Bulan mengelilingi Bumi) sebesar 29,53 hari. Sehingga 89,5 : 29,53 = 3,03 atau dibulatkan menjadi 3.
Jika Bulan Purnama pertama terjadi berdekatan dengan awal musim astronomis, maka memungkinkan dalam sebuah musim astronomis terjadi empat kali Bulan Purnama.
Bulan purnama ketiga dalam sebuah musim astronomis yang mengalami empat kali Bulan Purnama inilah yang disebut sebagai Bulan Biru.
Kalender Masehi, ada tujuh bulan yang berumur 31 hari dan ada empat bulan yang berumur 30 hari. Nilai ini lebih besar dari rata-rata lunasi yakni 29,53 hari.
Jika Bulan Purnama terjadi di sekitar awal bulan Masehi, maka memungkinkan dalam sebuah bulan di kalender Masehi terjadi dua kali bulan purnama.
Bulan Purnama kedua dalam sebuah bulan di kalender Masehi inilah yang disebut juga sebagai Bulan Biru.
Apakah bulan Februari memungkinkan terjadi Bulan Biru, umur bulan yang lebih kecil dari 29,53 hari (Februari) tidak akan terjadi Bulan Biru.
Pada tahun-tahun tertentu, bulan Februari tidak mengalami Bulan Purnama sama sekali. Fenomena ini disebut juga Bulan Hitam (Black Moon).
Bulan Hitam memungkinkan terjadi jika pada bulan Januari dan Maret terjadi Bulan Biru. Bulan Biru yang terjadi dua kali dalam setahun disebut juga sebagai Bulan Biru Ganda (Double Blue Moon).
Peristiwa ini tidak harus terjadi pada bulan Januari dan Maret saja akan tetapi dapat terjadi untuk bulan lainnya.
Fenomena ini cukup langka, terjadi antara tiga hingga lima kali dalam satu abad. Fenomena Bulan Biru Ganda ini terakhir kali terjadi pada 2018 dan 1999, serta akan terjadi kembali pada 2037, 2075 serta 2094.
Mengapa Disebut Bulan Biru
Bulan Biru sebenarnya tidak benar-benar biru, istilah ini sudah ada setidaknya sejak 400 tahun yang lalu. Penutur cerita rakyat berkebangsaan Kanada, Dr. Philip Hiscock, mengusulkan bahwa penyebutan Bulan Biru bermakna bahwa ada hal yang ganjil dan tidak akan pernah terjadi.
Bulan Biru yang benar-benar berwarna biru dapat terjadi sangat langka dan tidak ada hubungannya dengan kalender, fase Bulan atau jatuhnya musim, melainkan akibat dari kondisi atmosfer.
Penyebabnya abu vulkanik dan kabut asap, droplet di udara, atau jenis awan tertentu dapat menyebabkan Bulan Purnama tampak kebiruan. (*)
sumber : lapan.go.id