Siti Nurhaliza Muhlis

“Dikejar Deadline Tuhan”

OLEH : Siti Nurhaliza Muhlis

Namanya Aaron Adam Pratama, seorang wartawan, sehari-hari mengonfirmasi  isu hangat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Aaron selalu bersama rekan kerjanya bernama Akbar meliput mengabarkan sebuah peristiwa.

“Ron salat yok, mumpung ada masjid yang dekat tuh,” ajak Akbar sambil menunjuk masjid yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini.

“Nanti aja deh, kamuduluan aja. Saya masih ada urusan nih,” ucap Aaron seraya mengotak-ngatik smartphone miliknya.

“Ayolah, urusan itu belakangan. Salat tak boleh ditunda-tunda,” kata Akbar sambil menarik tangan Aaron, lalu ia pun mengehempaskan tangannya.

“Dibilang lagi ada urusan penting, Kamu duluan aja. Saya nanti.Sudah ya saya cabut, saya buru-buru.”

Aaron berlalu meninggalkan Akbar yang menggeleng-gelengakan kepalanya, lalu ia pun berjalan ke masjid tanpa mempedulikan Aaron lagi.

Aaron dikenal pekerja keras dan profesional jika sedang bekerja. Aaron selalu melupakan waktu salat. Keseringan, ia seperti mengalami Alzhaimer, tapi anehnya hanya waktu salat, mengaji, dan berdzikir yang ia selalu lupakan.

Mungakin ini akibatnya ia sering menunda waktu ibadah.
Keesokan harinya, saat ini Aaron dan Akbar berada di sebuah restoran terbaru yang unik.

Mereka ingin mewawancarai pemilik restoran. Tapi, Akbar melihat ada yang aneh dari sikap Aaron, tidak biasanya ia melihat temannya tersebut bertingakah seperti itu.

“Jadi sejak kapan berdirinya restoran ini Pak?” tanya Aaron mengulang pertanyaan yang sudah ditanyakan sejak tadi dengan sedikit gugup dan karena entah mengapa ia gelisah.

Akbar melihat keanehannya pun memberi kode Aaron agar tetap profesional, tapi tetap saja seperti itu.

“Ron gantian bertanya dong, dari tadi kamu nanya itu terus deh,” kata Akbar berbisik pada Aaron.

Aaron mengangguk gelisah sambil meminta maaf pada Akbar, lalu Aaron hendak mengajukan pertanyaan selanjutnya.

Lagi-lagi, ia merasa bingung pada dirinya kenapa ia jadi sulit berkata-kata dan tiba-tiba lupa ingin menanyakan apa.

Melihat banyak keanehan yang terjadi pada diri Aaron hari ini. Akbar pun meminta maaf pada pemilik restoran tersebut dan meminta ditunda sebentar.

Setelah pemilik restoran itu kembali ke ruangannya, Akbar pun memarahi Aaron.

“Ehh kamu kenapa sih hari ini? kami sakit? tak enak badan?”tanya Akbar pada Aaron dengan nada kesal tapi tidak ditanggapi.

“Malah diam aja, kenapa sih kam? Aneh banget kamu hari ini. Kayak baru pertama kali wawancara orang aja.”

Akbar terus mengomeli Aaron, tapi yang diomelin hanya menatap Akbar tanpa respon.

“Balik aja yok,” ajak Aaron seraya berdiri dari kursi dan berjalan duluan meninggalkan Akbar.

“Ehh ehh, kenapa tuh anak,” dengan terpaksa Akbar mengikuti Aaron, dan mereka kembali ke kantor.

Sesampainya di kantor, keanehan kembali terjadi pada Aaron yang membuat Akbar dan orang yang berada disana sangat bingung dan kaget.

Mereka masuk ke dalam kantor tapi entah kenapa Aaron malah membuka sepatu lalu membuka semua kancing kemejanya.

“Lho kenapa kamu buka sepatu? Terus itu mau ngapain sih buka kancing kemeja? Astaghfirullah Aaron!!!” ucap Akbar sambil mengusap wajahnya.

Aaron hanya menatap Akbar dan orang-orang di sekitarnya yang memandangnya dengan tatapan bingung. Aaron semakin bertingakah aneh di kantor, akhirnya Akbar mengantarnya pulang untuk beristirahat.

Di rumah pun Aaron membuat keluarganya kebingungan dengan tingakahnya yang aneh. Ia menaruh barang-barang tidak pada tempatnya, seperti saat ini.

Ia ingin menyimpan bajunya malah ia simpan di dapur, tepat di lemari piring.

Seminggu sudah Aaron bertingakah aneh seperti orang yang baru pertama kali ke rumah tersebut.

Melihat keadaan Aaron yang seperti orang aneh, orang tuanya pun memanggilkan dokter ke rumah untuk memeriksa Aaron.

“Ada apa sebenarnya?Apa yang terjadi pada Aaron, Dok?” tanya sang Ibu pada dokter dengan ekspresi yang sangat amat cemas melihat keadaan putranya beberapa hari belakangan.

“Aaron mengalami gejala penyakit Alzhaimer, Bu,” kata dokter seraya menatap mereka bergantian.

“Kemungakinan Aaron juga akan mengalami penyakit Parkinson, apabila Alzhaimernya sudah parah maka penyakit Parkinson akan menyusul juga,” kata dokter seraya permisi.

Sang Ibu terkejut mengetahui keadaan putranya dan akhirnya menangis. Ia tidak menyangka putranya akan mengalami hal seperti ini.

Sebulan sudah Aaron sakit. Semakin hari makin aneh saja tingakahnya, bahkan ia sudah tidak mau lagi pergi bekerja.
Ia tidak ingin lagi melakukan aktivitas apapun. Ia hanya berbaring, duduk, dan bengong di kamarnya.

Aaron batasi diri dengan orang-orang, ia jadi tidak ingin berinteraksi dengan orang-orang, bahkan keluarganya sekalipun.

Bahkan beberapa kali duduk di depan rumahnya dan malah pergi ke rumah orang lain yang membuat keluarganya cemas.

Pagi ini, Aaron terbangun dengan perasaan yang aneh, sebelah tangannya terasa kaku dan lemas. Ia pun bangun untuk menggerak-gerakkan.

Setelah dirasa cukup, Aaron pun berdiri dan berjalan keluar kamar, tapi gerakannya sangat lambat dan kakinya bergetar. Jika ia semakin berjalan. Setelah Ia sampai dapur dan hendak mengambil gelas.

Aaron menjatuhkan gelas tersebut karena tangannya tiba-tiba mati rasa. Sang Ibu yang melihatnya pun terkejut dan langsung menghampiri Aaron dengan perasaan panik.

Ibunya tahu, gejala penyakit Parkinson sudah terlihat. Sang ibu merasa sangat sedih melihat Aaron yang tidak berdaya.

Dua bulan sudah Aaron sakit, saat ini Aaron hanya bisa berbaring karena anggota tubuhnya sudah kaku dan tidak bisa digerakkan.

Keadaannya saat ini benar-benar sudah sangat parah, Akbar yang saat ini menjenguk Aaron, sangat terkejut dan prihatin setelah mengetahui keadaan dan penyakit yang diderita oleh teman kerjanya ini.

Aaron terbangun pukul 02.20 dini hari, keadaan sadar dan mengingat semuanya tapi tidak dengan anggota tubuhnya, anggota tubuhnya tetap tidak bisa di gerakkan.

Akhirnya Aaron menangis dalam diam. Menyesali segala perbuatannya selama hidup.

Aaron berdoa kepada Allah untuk minta disembuhkan dan berjanji akan rajin dan tepat waktu beribadah.

Tapi itu semua tidak mungkin, karena beberapa menit kemudian Aaron kembali pelupa dan tidak lama kembali tertidur.

Adzan Subuh berkumandang, ibu Aaron sudah bersiap untuk salat di dekatnya seperti yang dilakukannya setiap waktu salat tiba.

Sang ibu sadar mungkin inilah ujian dari tuhan untuknya dan keluarganya. Selama ini, bukan hanya Aaron saja yang sibuk dengan pekerjaan, ibu bahkan ayahnya pun sama. Padahal bisa dibilang mereka keluarga yang berkecukupan.

Tapi mungkin mereka terlalu menikmati dan terbuai dengan kesibukan bekerja di kantor. Sesampainya ibu di kamar Aaron, membangunkan anaknya untuk salat bersama.

Tapi tidak ada yang tahu jika itu adalah waktunya. Sang ibu menemukan secarik kertas dengan tulisan yang tak beraturan, namun masih bisa dibaca.

“Maafkan aku ya Allah, maafkan aku ibu, maafkan aku ayah. Aku terlalu sibuk dengan deadline di kantor, sampai lupa jika Tuhan juga menyediakan deadline bagi makhluknya.”

Aaron dijemput malaikat maut, Aaron tidak bangun lagi. Aaron sudah tiada, menghadap sang Ilahi. (*)

Penulis adalah Mahasiswa Jurnalistik Islam IAIN Parepare

__Terbit pada
12 Juni 2021
__Kategori
Cerpen