Azhar

Cemburu, Patah Hati Lagi

Oleh : Azhar

Pagi telah tiba, tetapi matahari menyembunyikan sinarnya, langit biru ditutupi awan hitam suasana tampak mendung. Suci sudah siap untuk berangkat sekolah. “Matahari pun tak mau terbit hari ini ” ujarnya.

Semangat Suci berkurang hari ini, tidak seperti biasanya. Hatinya ikut mendung, ia menghela nafas panjang dan melangkah menuju ke sekolah.

Beberapa kilometer, lagi ia harus tempuh agar bisa sampai di sekolahnya, tiba-tiba butiran air mulai turun dari langit.

Suci percepat langkahnya agar ia sampai sebelum hujan mengguyur bumi tanpa ampun. Tak lama kemudian hujan pun turun mengguyur bumi dan tubuh Suci ikut terguyur air hujan.

Ia pun berlari agar cepat sampai di sekolahnya sebelum tubuhnya basah kuyup oleh air hujan yang tanpa ampun terus mengguyur.

Suci pun sampai di sekolahnya dan ia sudah berada di depan kelasnya, seluruh pakaiannya sedikit basah.

Saat ia ingin melangkah masuk, telinganya mendengar suara tawa disertai dengan candaan dan Suci pun melihat Gonza yang begitu asyik bercanda dengan Dini.

Rasa dingin karena tubuhnya habis diguyur oleh air hujan berubah jadi panas. “Hati Suci sakit,” gumam dalam hati.

Wajah Suci terlihat kesal, ia kesal bukan karena Gonza bercanda dengan Dini, tetapi ia kesal sekaligus cemburu karena ia tidak bisa lagi bermain serta bercanda dengan Gonza.

Ia duduk di bangkunya. Yuli datang dan mengajak Suci mengobrol, Suci pun menjadi pendengar yang baik dari semua cerita Yuli.

Gonza menyapa Yuli membuat Suci merasa tidak dianggap ada. Keberadaannya di kelas itu bagaikan roh gentayangan bagi Gonza. Bahkan Gonza sangat ramah pada teman-teman lainnya.

****
Suci berusaha melupakan Gonza meskipun sulit tapi ia tidak pernah patah semangat. Biarlah hatinya yang patah tidak perlu semangatnya ikut patah.

Kenangan yang Gonza berikan kepada Suci , benar – benar menjadi kenangan yang tenggelam bersama matahari senja.

Hari-hari Suci mulai berubah, meskipun satu atap kelas dengan Gonza, ia juga berusaha tak mengenal Gonza dan menganggap Gonza tidak pernah hadir di matanya.

Suci pun sibuk dengan aktivitasnya sebagai mahasiswa, akhir-akhir ini ia selalu terlihat bermain dengan Toni salah satu teman sekelasnya.

Toni adalah teman Suci yang terlihat cukup keren, mempunyai selera humoris tinggi. Meskipun Suci dengan Toni sudah lama kenal tapi baru akhir-akhir ini mereka selalu terlihat bersamaan dan bercanda disetiap sela-sela waktu luang.

Seakan Toni menjadi pengganti Gonza yang selalu memberi warna di setiap hari-hari Suci .

Meskipun demikian di balik senyum serta ceria Suci tersimpan sebuah kerinduan, rindu terhadap kehadiran Gonza semakin hari terasa semakin jauh.

Hari ini adalah hari ulang tahun Suci , ia mendapat kejutan dari teman-temannya di kampus.

Di hatinya tiba-tiba muncul sebuah harapan, Gonza juga ikut terlibat dalam kejutan ini, tetapi harapan itu hanya menjadi sia-sia karena Suci melihat Gonza sibuk bermain bola dengan kawan-kawannya di lapangan.

“Suci selamat ulang tahun ya,” ucap teman-temannya bersamaan.

“Makasih teman-teman kalian baik bangat sampai repot-repot buat kejutan,” ujar Suci tersenyum.

Mereka pun saling tertawa dan mata Suci fokus ke arah lapangan tempat Gonza bermain bola. Sungguh di hari ulang tahunnya ini ada sebuah kekecewaan yang sangat dalam, rasa yang membawa kekecewaan.

“Suci ayo semangat! Lupakan dia! Dia nggak penting okey,” semangatnya dalam hati sambil menghembuskan nafasnya.

Suci fokus pada teman-temannya yang memberi kejutan dihari ulang tahunnya. Hari-hari kembali berjalan, seperti biasa pelajaran dimulai pada jam 7:30 Suci sangat serius memperhatikan penjelasan dosen di depan nya.

Hatinya seakan menyuruhnya untuk melirik ke samping kirinya, di samping kirinya itu ada Gonza yang sedang menatap Suci.

Mata mereka bertemu sedetik dan spontan bersamaan mengalihkan pandangan masing-masing mereka kembali menatap papan tulis. Bagi Suci menghilangkan Gonza dari segala aspek kehadirannya sangatlah susah.

****
Satu tahun berlalu saat ini Suci sudah semester tiga, tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Setengah tahun sudah Suci menyimpan rasa aneh pada Gonza.

Rasa rindu pun terkadang hadir menghiasi hatinya setiap kali ia tak sengaja bertemu dengan Gonza di depan pintu kelas, dan tak ada sapa di antara mereka hanya pandangan yang tidak dapat terartikan diantara mereka berdua.

Cemburu pun terkadang Suci rasakan ketika ia melihat Gonza bercanda dengan teman cewek nya. Rasa cemburu yang terkadang menghiasi hati Kocer perlahan menjadi benci. Suci terkadang marah saat ia diejek atau di pasang-pasangkan dengan Gonza.

“Suci dan Gonza couple forever, hahahaha,” ujar Thia yang mengumumkan di kelas.

“Ciee….. cie,” ujar Intan mengejek
“Kalian ini apa-apaan sih,” ujar Suci
“Bilang aja kali kamu suka Gonza.”
“Nggak lah aku nggak suka Gonza,” ujar Suci semakin jengkel

Tiba-tiba Gonza memasuki kelas dan seluruh pandangan mahasiswa yang ada di kelas menuju ke Gonza.

“Ini dia orangnya,” ujar Adam salah satu teman dekat Gonza
“Ada apa ini, ” tanya Gonza.
“Jujur aja kali kalau kalian itu sepasang kekasih,” ujar Adam
“Nggak kok siapa sih yang bilang.”
“Sudah viralkan kali,” ujar Una

Tiba-tiba Yuli dan Rio bersamaan masuk ke kelas dan menghentikan semua ocehan teman sekelasnya yang tidak berhenti mengejek Suci dan Gonza, Suci membuang muka dari semua orang dan keluar bersamaan Yuli sedangkan Rio tetap tinggal di kelas bersama Gonza.

Suci terus menghindar kehadiran Gonza karena ia membalas perlakuan Gonza karena ia membalas perlakuan Gonza yang menghidarinya, menurutnya sudah hampa. Lebih menerima semua keadaan saat ini mungkin akan seperti ini.

Suci sudah sampai dirumahnya ia memilih istirahat di kamarnya, baginya hari ini sangat lelah sehingga ia butuh waktu untuk istirahat.

“Kamu terlihat capek,” ujar kak Uni , saudara Suci.
“Iya kak hari ini Suci cape bangat.”
“Nggak makan dulu,” ajak Kak Uni
“Nanti aja kak.”

Kak Uni pun memaklumi Suci yang memilih istirahat karena ia memang terlihat sangat lelah saat ini. Seketika Suci terletak, Uni pun meninggalkan adiknya yang sudah terjun ke dunia mimpinya, ia memilih keluar dari kamar Suci.

****
“Hay suci.” Suci kaget dan menghentikan tangannya menulis. Suci memang berada di taman duduk sebuah kursi. Matanya pun melirik ke arah suara yang memberi sapaan.

Tiba-tiba datang seorang cowok yang memanggil Suci tadi dan ternyata cowok itu bernama Ari, sahabat Suci waktu SD.

“Ari.” Suci kaget menyadari kedatangan Ari
“Alhamdulillah, kamu masih ingat aku,” ujar Ari tersenyum dan ia pun duduk di samping Suci.

“Tapi kok muka kamu masih kayak anak SD sih, nggak berubah.”

“Karena aku Ari yang hadir dimimpi.”
“Jadi aku sedang bermimpi nih,” kata Ari mengangguk menanggapi ucapan Suci.
“Mata kamu kok sembab. Habis nangis ya, “tanya Ari.
“Nggak kok.” berusaha menyembunyikan kesedihannya.
“Jangan sedih ya, ingat! Ari selalu merindukanmu.”

Suara adzan terdengar ditelinga Suci, sontak ia terbangun dari tidur nyenyaknya. Rasa laparpun menggrogoti perut Suci. Cacing-cacing pada ngamuk karena perut Suci tidak terisi oleh makanan.

Suci pun pergi makan setelah makan ia melaksanakan salat ashar, dan Suci pun kembali beraktivitas seperti semula.

Dia yang dekat memilih menjauh, ada seseorang yang menjauh memilih mendekat Semua itu adalah takdir yang teratur. (*)

Penulis adalah Mahasiswa Jurnalistik Islam IAIN Parepare

__Terbit pada
9 Juni 2021
__Kategori
Cerpen, Culture