Tradisi Ma’ Baca Doang
Tradisi Ma’ Baca Doang (foto tagar.id)
Di penghujung Ramadhan, takbir, tahlil, tasbih, dan tahmid terdengar sayup-sayup di masjid, menyambut hari fitrah.
Tahun ini, tak ada takbir keliling di malam Lebaran. Cegah kerumunan. Saat ini, statistik penularan Covid-19 masih tinggi.
Kali ini, saya bercerita soal ritual menyambut hari fitrah. Yakni Ma’ Baca Doang
Tradisi Ma’ Baca Doang (baca doa) sebuah ritual warga saat lebaran. Ritual Ma’ Baca Doang ini dipimpin sesepuh di sebuah kampung.
Di hadapan sesepuh akan dihidangkan makanan yang telah ditata sedemikian rupa wadah, orang Bugis menyebut ‘Bakik‘.
Ma’ Baca Doang sebenarnya, kegiatan spiritual membaca doa keselamatan. Tradisi ini ditunaikan orang Bugis sejak dulu.
Doa dikirimkan kepada anggota keluarga yang telah meninggal dunia. Selain itu doa keselamatan juga dikirimkan agar semua anggota keluarga sehat walafiat.
Tradisi Ma’ Baca Doang biasanya dilengkapi dengan panganan khas bugis seperti sokko, ayam, ketam, telur dan panganan lainnya.
Ma’ Baca Doang dapat kita artikan sebagai proses pembacaan doa. Tapi tradisi Ma’ Baca Doang ini tidak seperti membaca doa pada umumnya.
Doa dibacakan oleh seorang Pabbaca (orang yang dipercaya masyarakat membaca doa).
Pabbaca biasanya adalah
seorang iman masjid, ustadz, atau orang yang dituakan.
Tradisi Ma’ Baca Doang hanya
dilakukan di waktu-waktu tertentu, seperti ketika menjelang puasa, menjelang lebaran, sesudah lebaran, setelah panen padi.
Doa ini sebagai mengucap syukur kepada sang pencipta atas segala yang diberikan.
Ma’ Baca Doang dilakukan dengan menyediakan berbagai macam makanan. Menu utama adalah ketan hitam dan putih.
Selain Ma’ Baca Doang, orang Bugis memelihara tradisi masiara kuburu.
Saat masiara (kunjungi) kuburu (kubur) ke kuburan keluarga yang telah mendahului, untuk mengirimkan doa dan membersihkan kuburannya. (*)