Setop Gali Kelemahan
Hari ini, Jumat, 30 April 2021, Tuan Guru menerima pesan di grup perteman, Whatshapp (WA) yang cukup menggelitik.
Saat sedang santai, menunggu azan Subuh, tiba-tiba smartphone menerima notifikasi, hem ada pesan masuk.
Sebuah gambar anak SMA sedang bercengkrama di halaman sekolah, memegang buku, sambil jalan bersama.
Di bagian bawah gambar itu ada tulisan berwarna putih, berisi pesan sarat makna.
“Jika tujuan sekolah adalah mencerdaskan, lalu mengapa ada sekolah hanya menerima murid yang pandai.”
Tuan Guru tergelitik, ada pesan menarik yakni pintar dan kurang pintar. Kedua diksi itu, tak asing di dunia pendidikan.
Tes akademik masuk di sekolah sebaiknya dihilangkan. Tes itu mesti diubah menjadi tes pencarian bakat dan pemetaan kompetensi.
Hasilnya dijadikan alat mengenal karakter dan kompetensi anak-anak baru agar guru paham cara menghadapinya.
Saat ini, masih ada orang tua dan guru melabelkan dua kata itu kepada anak di sekolah dan di rumah.
Mereka menilai hanya anak yang menguasai konsep Matematika disebut anak pintar dan cerdas. Anak yang belum menguasai konsep Matematika mendapat label kurang pintar.
Frasa anak pintar dan kurang pintar sering dijadikan standar sebagian orang tua dan guru menyimpulkan hasil kompetensi anak.
Di akhir semester, label itu dibuktikan dengan angka-angka dan deskripsi kompetensi di laporan hasil evaluasi peserta didik.
Tuan Guru dan sohib yakin tak ada anak kurang pintar. Setiap anak memiliki kelebihan yang luar biasa.
Seorang seniman, tak butuh konsep Matematika untuk menyelesaikan lukisannya. Fotografer profesional tak butuh ilmu Biologi mengabadikan sebuah peristiwa.
Masih banyak orang tua dan guru gagal menggali kehebatan anak didiknya.
Tuan Guru mencontohkan, saat anak mendapat nilai Bahasa Inggris 90 dan Matematika 70. Ada orang tua mencari tempat belajar tambahan Matematika agar anaknya meraih nilai Matematika 90.
Padahal kehebatan anaknya di bidang Bahasa Inggris. Orang tua dan guru mesti membantu anak didik untuk kursus atau belajar tambahn Bahasa Inggris agar kemampuan di bidang itu kian terasah.
Tuan Guru berharap, guru dan orang tua, berhenti mengasah kelemahan anak didik. Ayo, saatnya menggali kelebihan anak.
Anak sukses dalam pendidikan itu karena proses pendidikan dua arah, ada interaksi antara guru dan anak didik.
Bukan sekadar transfer ilmu dari pendidik kepada anak didik. Pendidik menggali potensi anak didik dan melatih pembiasaan yang baik, seperti sikap jujur, sopan, santun, menghargai, dan lainnya. (*)