Tari Jeppeng Warisan Budaya Tak Benda
Kamis, siang, 8 April 2021, suhu atmosfer begitu terik, keringat membasahi tubuh, sesekali menghela peluh di wajah dengan kain.
Saya berselancar ke portal resmi milik pemerintah, destinasi saya adalah kemdikbud.go.id.
Dilaman itu, saya menemukan tulisan bahas budaya asli Kota Parepare. Tari Jeppeng Bacukiki. Website milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu, menarasikan sejarah tarian Jeppeng masuk ke Bacukiki.
Selain itu, tarian Jeppeng Bacukiki, Kota Parepare, sudah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 01-01-2018 dengan registrasi 2018008906.
Informasi ini baru bagi saya, saya coba edit sebagian. Tari Jeppeng bagian akulturasi kesenian Islam Melayu dan Bugis. Tarian ini diperkenalkan oleh pelayar dan pedagang Arab serta Melayu di kala menyiarkan agama Islam di Sulawesi Selatan.
Kata Jeppeng berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “zapin” atau zappa, dan dalam dialek Jawa disebut “japing”.
Dari kata inilah kemudian dipengaruhi dialek orang Bugis. Selain itu, perpaduan antara musik dan gerak, disebut Jeppeng.
Hasil wawancara, tokoh budaya di Kota Parepare, menunjukkan, dahulu di daerah Bacukiki, setiap ada acara perkawinan, seperti mapacci disuguhkan tari Jeppeng.
Budayawan perkirakan, tari Jeppeng diperkenalkan para wali yang datang ke daerah Bacukiki sambil menyiarkan agama Islam. Saat itu, warga belum memeluk agama Islam.
Tarian ini memiliki makna kegembiraan dan silaturahmi Saat ini, tarian ini masih eksis ditarikan masyarakat pemerhati budaya.
Tari Jeppeng dipertunjukkan masyarakat, menyambut tamu undangan dan pererat tali silaturrahmi sesama warga.
Tarian ini dipertunjukkan di acara – acara bernuansa kegembiraan, seperti upacara perkawinan, sunatan dan aqiqah.
Tari Jeppeng identik dengan musik yang bernuansa padang pasir (Arab). Tarian ini biasanya diiringi marwas, gendang, gambus.
Petikan gambus membawakan lagu, sedang rentak gendang atau marwas akan menentukan retak atau pecahan tarian.
Lagu yang dinyanyikan dalam tarian ini mengandung unsur keagamaan berisi nasihat, pujian kepada Sang Pencipta, dan kesempurnaan budi pekerti.
Pakaian saat menari Jeppeng, sebaiknya mengenakan pakaian tradisional. Lelaki, memakai sarung dan jas tutup serta memakai kopiah.
Perempuan memakai gamis dan menggunakan jilbab dipadukan sarung sabbe (sutra). Keberadaan tari Jeppeng yang di Kota Parepare, menandakan suatu ciri kebhinekaan yang dimiliki masyarakat Sulawesi Selatan.
Tari Jeppeng salah satu unsur budaya tradisional yang dinamis dan wadah sarana ekspresi budaya masyarakat
Tari ini menjadi salah satu budaya yang menjadi perekat di antara warga yang memiliki budaya beragam (bhinneka)
Meskipun sebenarnya mereka menyadari bahwa tari ini bukan lahir dari budaya tradisional mereka sendiri.
Namun, ia dapat bertahan dan berkembang menjadi identitas mereka di antara sekian banyak tari tradisional yang mereka miliki.
Selain itu, tari Jeppeng dapat berkembang hingga sekarang, sebab masyarakat pendukung eksis pertahankan.
Mereka menilai, tari itu adalah milik mereka dan jadi medium pemersatu di antara mereka.
Tari Jeppeng dapat bertahan hingga ratusan karena didukung dan ditopang oleh agama yang dianut masyarakat, yaitu Islam.
Tarian bernuansa Islam ini beberapa versi dan sudah beberapa kali berhasil pentas di tingkat nasional dan internasional, yaitu di Johor Malaysia. (*)
Sumber: kemdikbud.go.id.
One comment on “Tari Jeppeng Warisan Budaya Tak Benda”
Komentar ditutup
Tari jeppeng adalah tarian silaturrahim bukan tari pergaulan
Tarian ini dahulu cuma dilakukan oleh kaum lakilaki perempuan cuma menjadi penonton
Perempuan pertama yg ikut menari jeppeng adalah hj Andi sundawi Arung Mampi berpasangan dg suaminy Andi Hamsih hamsah arung bintang
Beliau adalah kepala kejaksaan pertama di kota parepare
Sejak itu permpuan ikut menari jeppeng tapi tdk dg lakilaki kecuali muhrim
Tari ini dahulu cuma dilakukan oleh orang tertentu