Banalisasi Budaya Literasi
Senin, 6 April 2021, diskusi Tuan Guru dan Sohib, kian riuh, tapi tak ribut. Ide dan gagasan banalisasi literasi membuncah.
Anggota komunitas literasi mengajak, Sohib Tuan Guru diskusi via grup Whatshapp. Dia menganggap anggota grup banyak yang paham literasi.
Sohib posting sebuah tulisan,”Berliterasi agar tak Gagu” tulisan membuat anggota grup memberikan ide dan gagasan membumikan literasi.
“Kalau tidak ada komen berarti benar kondisi kita gagap soal literasi,” tulis Sohib.
“Saya kan menunggu, di mana dan kapan kita diskusi membumikan literasi,” tulisnya.
Tuan Guru menyarankan aktifkan sudut baca dan taman baca. Tapi disanggah anggota grup, ia menilai itu, taman dan sudut baca wewenangnya Dinas Pendidikan.
Membumikan literasi, kata Tuan Guru harus berkalaborasi dengan siapa saja, berliterasi dimulai kebiasaan, lalu menjadi budaya.
“Tapi kami siap berkolaborasi dengan siapapun membina literasi,” ujarnya.
Sohib mengaku, dirinya hanya pengamat, bukan praktisi. Pengamat itu diundang jika dibutuhkan. Praktisi mestinya berinisiatif membumikan literasi.
Mari berperan sesuai peran masing-masing, literasi harus dibumikan, bukan dilangitkan.
Seorang anggota grup berharap, hasil diskusi ini dibukukan dan mengusulkan judul “Giat Literasi”.
Buku berisi antologi pemikiran inovatif menggiatkan literasi agar membudaya.
“Saya kira diskusi akan lebih hidup dan bisa lebih mencair. Buku ini bisa jadi referensi bagi aktifis, para pegiat literasi dan masyarakat,” katanya.
Artikel diseleksi ketat tim editor. Tentu dengan kriteria tertentu. Jika rekan-rekan berminat, maka saya siap bergabung di tim editor,” tulisnya.
“Buku terlalu eksklusif. Padahal ada kata inklusif,” kata Sohib Tuan Guru.
Inklusif itu bermakna memposisikan dirinya ke dalam posisi yang sama dengan orang lain atau kelompok lain.
Sehingga membuat orang tersebut berusaha untuk memahami perspektif orang lain atau kelompok lain dalam menyelesaikan sebuah permasalahan.
Sohib Tuan Guru lainnya, mengajak anggota grup, diskusi rutin via zoom atau live media sosial.
Dibutuhkan saat ini, bukan hanya diskusi saja. Tapi butuh gerakan yang membumi. Bukan di langit. Hasus lebih banyak praktik dibanding teori.
Banyak yang butuh dampingan memaknai literasi, termasuk sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga dengan bantuan CSR.
“Banyak yang jago teori berliterasi, tapi implementasi masih lemah, kurang gagasan dan ide,” tulis Sohib.
“Saya setuju, banyak gagasan yang spektakuler, setuju dengan ide itu. Action yang perlu, butuh saran lebih lanjut membumikan literasi,” katanya.
Gagasan dan ide sangat baik. Hanya saja terkendala di budget. Sehingga gagasan dan ide itu terpasung di otak dan pikiran.
“Alhamdulillah, setiap Sabtu dan Ahad, kami gelar literasi anak putus sekolah menurut kami efektif. Anak-anak sudah merasakan manfaatnya dan meminta setiap hari didampingi,” tulis Sohib Tuan Guru.
Gagasan dan ide harus disertakan niat serta mau mewakafkan diri untuk literasi. Budget nomor kesekian.
“Semoga kita bisa bersinergi. Saya siap berjalan bersama teman-teman semua.”
“Saya ada wacana “Kelas Menulis”di Dinas Perpustakaan, mohon kesiapan teman-teman membagi ilmu, sasaran kami adalah siswa SMP,” kata anggota grup.
Tantangan pasti banyak, rintangan pasti menghadang. Militansi literasi dan mau berbagi ilmu senjatanya.
Saya khawatir justru kendala utamanya justru sulitnya para pegiat literasi duduk semeja dan lebih senang jalan sendiri.
Biar tak gagu, literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi melalui membaca dan menulis.
Literasi berevolusi sesuai dengan tantangan zaman sudah merambah pada praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.
Kini literasi memiliki banyak variasi, seperti Literasi media, literasi komputer, literasi sains, literasi sekolah, dan lainnya.
Secara kritis dalam masyarakat demokratis literasi diringkas dalam lima verba: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks.
Kesemuanya merujuk pada kompetensi atau kemampuan yang lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis.
Istilah literasi berasal dari bahasa Latin “literatus” artinya adalah orang yang belajar. Literasi berhubungan proses membaca dan menulis.(*)