Galakkan Kembali Gerakan 1821
Saat sang surya kembali ke peraduan, anggota keluarga Tuan Guru sudah berada di rumah, bersiap ke masjid.
Salawat menggema di masjid menembus dinding-dinding rumah. Tuan Guru menuju masjid jaraknya sekira 100 meter.
Saat tiba di masjid, Tuan Guru menunaikan salat sunah dua rakaat (tahyatul masjid), lalu duduk bersandar, menunggu azan Magrib.
Jemaah masjid pun kian banyak yang datang. Anak-anak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut, mulai mengisi saf-saf yang kosong.
Mereka duduk menanti waktu salat Magrib tiba. Anak-anak bermain di halaman masjid.
Saat azan dikumandangkan anak-anak tanpa aba-aba, mereka kor masuk di masjid.
Setelah salat Magrib, Tuan Guru, kembali ke rumah. Pewaktu menunjukkan pukul 18.30 Wita, Tuan Guru meminta anak-anaknya menempati ruang tengah.
“Ayo kumpul. Duduk melingkar, buka buku. Wifi, televisi, dan gedget, dimatikan. Ayo kita diskusi,” ajaknya.
Tuan Guru membacakan aturan Forum Grup Diskusi (FGD) ala keluarga.
“Setiap peserta diberikan kesempatan bertanya, mengeluarkan pendapat, ide, dan gagasan. Tidak boleh memaksakan pendapat,” katanya, memulai FGD.
FGD kecil-kecilan malam itu, bahas fenomena Halo Matahari cincin yang terlihat di beberapa wilayah Indonesia.
“Mengapa bisa terjadi Halo Matahari Cincin,” tanya peserta FGD.
“Halo Matahari Cincin muncul disebabkan kristal es pada awan cirrus (cirrostratus) yang dingin,” jawab peserta diskusi.
Ia membuka buku, menerangkan, awan sirrud itu berada 5–10 kilometer (km) atau 3–6 mil di lapisan atas troposfer.
Fenomena ini bergantung pada bentuk dan arah kristal es, cahaya matahari direfleksikan dan dibiaskan oleh permukaan es yang berbentuk batang atau prisma.
Sehingga sinar matahari menjadi terpecah kedalam beberapa warna karena efek dispersi udara dan dipantulkan ke arah tertentu, sama seperti pada pelangi.
“Halo Matahari Cincin itu fenomena alam biasa. Semua tunduk pada kuasa Allah SWT, sebagai sunatullah. Halo Matahari, salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah SWT,” kata Tuan Guru.
Berkumpul atau diskusi bersama keluarga bisa digalakkan kembali. Setiap keluarga perlu membumikan kembali gerakan 1821 .
Gerakan ini, dimulai 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita. Saat pukul 18.00 Wita, televisi dan internet dimatikan.
Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
“Saya yakin anak-anak akan belajar dan berdiskusi bersama,” kata Tuan Guru.
“Saya mengajak orang tua agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas.”
Jadikan keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak-anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.
Gerakan 1821 pertama kali digagas di Kota Padang, Sumatra Barat sejak 2016, lalu.
Setiap anggota keluarga di rumah mematikan gawai, gedget, televisi, dan internet pada pukul 18.00 Wita-21.00 Wita.
Mereka duduk bersama anggota keluarga saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Gerakan itu positif, merekatkan hubungan orangtua dan anak.
Selain itu, Gerakan 1821 ini melepaskan anak dari pengaruh gedget selama 3 jam setiap hari.
Selama itu orangtua dianjurkan bermain, belajar, dan mengobrol dengan anak dengan suasana santai.(*)